Buyaathaillah's Blog

Mudzakaroh Mendidik Anak 2 : Ushul Tarbiyatul Walad

Ushul-ushul dalam mendidik anak :

 

4 hal yang diperbanyak dengan anak

  1. Dakwahkan Nafi Itsbat, kekuatan amal, dan kampung akherat
  2. Taklim dan Mudzakaroh
  3. Dzikir ibadah
  4. Khidmat

4 hal yang dikurangin dengan anak :

  1. Kurangi bicara selain Allah
  2. Kurangi keluar rumah terlalu banyak
  3. Kurangi waktu nganggur dan sia-sia
  4. Kurangi waktu bermain yang berlebihan (nonton TV, main game, dan internet)

4 hal yang dijaga dari anak :

  1. Amalan ijtimaiyat : Khidmat, dzikir pagi petang, taklim, dan musyawarah
  2. Jaga ketaatan pada orang tua
  3. Jaga kebersihan diri
  4. Jaga akhlaq yang baik

4 hal yang dihindari dari anak :

  1. Hindari berharap pada mahluk
  2. Hindari meminta pada mahluk
  3. Hindari memakai barang tanpa izin
  4. Hindari sifat boros dan mubazir

4 hal yang jangan disentuh dari anak :

  1. Bicara Politik
  2. Bicara Konflik dan Permusuhan
  3. Bicara Aib
  4. Bicara Status Sosal

5 hal yang sering dimudzakarohkan :

  1. Nafi Itsbat
  2. Adab-adab Sunnah
  3. 6 Sifat
  4. Kisah para Nabi AS dan Sahabat RA
  5. Maksud hidup manusia

5 Amalan Ijtimaiyat anak :

  1. Waktu musyawarah
  2. Waktu Taklim dan Mudzakaroh
  3. Waktu Khidmat
  4. Waktu Dzikir Ibadah
  5. Waktu makan

6 hal yang perlu ditanamkan :

  1. Sifat Harap : Dengan sholat dan doa
  2. Sifat Takut : Dengan kisah atau ayat ancaman dan hukuman orang tua
  3. Sifat Sederhana : makan sederhana, pakaian sederhana, isi rumah  dan kendaraan sederhana
  4. Sifat Malu : Malu pada Allah dan Rasulnya, pada orang tua, dan diri sendiri seperti menjaga aurat
  5. Sifat Jujur : dengan penjelasan
  6. Sifat Mahabbah : dengan contoh dan tauladan

6 hal yang dihindarkan dari si anak :

  1. Sombong
  2. Boros dan Mubazir
  3. Malas ibadah dan belajar
  4. Kikir
  5. Pembohong
  6. Suasana Maksiat

4 hal yang perlu kita buat dalam rangka mengontrol perkembangan anak :

  1. Ajarkan mereka bermuhasabah : introspeksi diri dan perbaikan untuk besok harinya
  2. Ajarkan mereka bermuatabah : jika ada kesalahan dan kekurangan ajak mereka istighfar
  3. Ajarkan mereka bermujahaddah : sungguh-sungguh dalam amal, pelajaran, dan janji.
  4. Ajarkan mereka bermuqorrobah : selalu merasa diperhatikan dan malu kepada Allah

 

Di antara adab-adab dan kiat dalam mendidik anak adalah sebagai berikut:

 

1. Jangan sediakan untuknya tempat tidur yang mewah dan empuk karena mengakibatkan badan menjadi terlena dan hanyut dalam kenikmatan. Ini dapat mengakibatkan sendi-sendi menjadi kaku karena terlalu lama tidur dan kurang gerak.

 

2. Hendaknya anak dididik agar makan dengan tangan kanan, membaca basmalah, memulai dengan yang paling dekat dengannya dan tidak mendahului makan sebelum yang lainnya (yang lebih tua, red). Kemudian cegahlah ia dari memandangi makanan dan orang yang sedang makan.

 

3. Perintahkan ia agar tidak tergesa-gesa dalam makan. Hendaknya mengunyahnya dengan baik dan jangan memasukkan makanan ke dalam mulut sebelum habis yang di mulut. Suruh ia agar berhati-hati dan jangan sampai mengotori pakaian.

 

4. Harus ditanamkan rasa cinta untuk membaca al Qur’an dan buku-buku, terutama di perpustakaan. Membaca al Qur’an dengan tafsirnya, hadits-hadits Nabi dan juga pelajaran fikih praktis dan lain-lain. Dia juga harus dibiasakan menghafal nasihat-nasihat yang baik, sejarah orang-orang shalih dan kaum zuhud, mengasah jiwanya agar senantiasa mencintai dan meneladani mereka. Dia juga harus diberitahu tentang buku dan faham Asy’ariyah, Mu’tazilah, Rafidhah dan juga kelompok-kelompok bid’ah lainnya agar tidak terjerumus ke dalamnya. Demikian pula aliran-aliran sesat yang banyak berkembang di daerah sekitar, sesuai dengan tingkat kemampuan anak.

 

5. Cegahlah ia dari mengambil sesuatu milik temannya, baik dari keluarga terpandang (kaya), sebab itu merupakan cela, kehinaan dan menurunkan wibawa, maupun dari yang fakir, sebab itu adalah sikap tamak atau rakus. Sebaliknya, ajarkan ia untuk memberi karena itu adalah perbuatan mulia dan terhormat.

 

6. Ditanamkan kepadanya agar mendahulukan orang lain dalam hal makanan dan dilatih dengan makanan sederhana, sehingga tidak terlalu cinta dengan yang enak-enak yang pada akhirnya akan sulit bagi dia melepaskannya.

 

7. Jika ia mengulangi perbuatan buruk itu, maka hendaknya dimarahi di tempat yang terpisah dan tunjukkan tingkat kesalahannya. Katakan kepadanya jika terus melakukan itu, maka orang-orang akan membenci dan meremehkannya. Namun jangan terlalu sering atau mudah memarahi, sebab yang demikian akan menjadikannya kebal dan tidak terpengaruh lagi dengan kemarahan.

 

8. Biasakan anak-anak untuk bersikap taat kepada orang tua, guru, pengajar (ustadz) dan secara umum kepada yang usianya lebih tua. Ajarkan agar memandang mereka dengan penuh hormat. Dan sebisa mungkin dicegah dari bermain-main di sisi mereka (mengganggu mereka).

 

9. Selayaknya anak dijaga dari bergaul dengan anak-anak yang biasa bermegah-megahan dan bersikap angkuh. Jika hal ini dibiarkan maka bisa jadi ketika dewasa ia akan berakhlak demikian. Pergaulan yang jelek akan berpengaruh bagi anak. Bisa jadi setelah dewasa ia memiliki akhlak buruk, seperti: Suka berdusta, mengadu domba, keras kepala, merasa hebat dan lain-lain, sebagai akibat pergaulan yang salah di masa kecilnya. Yang demikian ini, dapat dicegah dengan memberikan pendidikan adab yang baik sedini mungkin kepada mereka.

 

10. Hendaknya dilatih untuk tidak bermewah-mewah dalam makan (harus pakai lauk ikan, daging dan lain-lain) supaya tidak menimbulkan kesan bahwa makan harus dengannya. Juga diajari agar tidak terlalu banyak makan dan memberi pujian kepada anak yang demikian. Hal ini untuk mencegah dari kebiasaan buruk, yaitu hanya mementingkan perut saja.

 

11. Tumbuhkan pada anak (terutama laki-laki) agar tidak terlalu mencintai emas dan perak serta tamak terhadap keduanya. Tanamkan rasa takut akan bahaya mencintai emas dan perak secara berlebihan, melebihi rasa takut terhadap ular atau kalajengking.

 

12. Sangat disukai jika ia memakai pakaian berwarna putih, bukan warna-warni dan bukan dari sutera. Dan ditegaskan bahwa sutera itu hanya untuk kaum wanita.

 

13. Jika ada anak laki-laki lain memakai sutera, maka hendaknya mengingkarinya. Demikian juga jika dia isbal (menjulurkan pakaiannya hingga melebihi mata kaki). Jangan sampai mereka terbiasa dengan hal-hal ini.

 

14. Anjurkanlah ia untuk memiliki jiwa pemberani dan sabar dalam kondisi sulit. Pujilah ia jika bersikap demikian, sebab pujian akan mendorongnya untuk membiasakan hal tersebut.

 

15. Dia harus dijauhkan dari syair-syair cinta gombal dan hanya sekedar menuruti hawa nafsu, karena hal ini dapat merusak hati dan jiwa.

 

16. Seorang ayah hendaknya menjaga kewibawaan dalam berkomunikasi dengan anak. Jangan menjelek-jelekkan atau bicara kasar, kecuali pada saat tertentu. Sedangkan seorang ibu hendaknya menciptakan perasaan hormat dan segan terhadap ayah dan memperingatkan anak-anak bahwa jika berbuat buruk maka akan mendapat ancaman dan kemarahan dari ayah.

 

17. Biasakan ia untuk menulis indah (khath) dan menghafal syair-syair tentang kezuhudan dan akhlak mulia. Itu semua menunjukkan kesempurnaan sifat dan merupakan hiasan yang indah.

 

18. Jika anak melakukan perbuatan terpuji dan akhlak mulia jangan segan-segan memujinya atau memberi penghargaan yang dapat membahagiakannya. Jika suatu kali melakukan kesalahan, hendaknya jangan disebarkan di hadapan orang lain sambil dinasihati bahwa apa yang dilakukannya tidak baik.

 

19. Hendaknya dicegah dari tidur di siang hari karena menyebabkan rasa malas (kecuali benar-benar perlu). Sebaliknya, di malam hari jika sudah ingin tidur, maka biarkan ia tidur (jangan paksakan dengan aktivitas tertentu, red) sebab dapat menimbulkan kebosanan dan melemahnya kondisi badan.

 

20. Ajari ia duduk di lantai dengan bertekuk lutut atau dengan menegakkan kaki kanan dan menghamparkan yang kiri atau duduk dengan memeluk kedua punggung kaki dengan posisi kedua lutut tegak. Demikian cara-cara duduk yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam.

 

21. Jangan dibiasakan melakukan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi, sebab ketika ia melakukannya, tidak lain karena adanya keyakinan bahwa itu tidak baik.

 

22. Biasakan agar anak melakukan olah raga atau gerak badan di waktu pagi agar tidak timbul rasa malas. Jika memiliki ketrampilan memanah (atau menembak, red), menunggang kuda, berenang, maka tidak mengapa menyibukkan diri dengan kegiatan itu.

 

23. Jangan biarkan anak terbiasa melotot, tergesa-gesa dan bertolak (berkacak) pinggang seperti perbuatan orang yang membangggakan diri.

 

24. Melarangnya dari membanggakan apa yang dimiliki orang tuanya, pakaian atau makanannya di hadapan teman sepermainan. Biasakan ia ber-sikap tawadhu’, lemah lembut dan menghormati temannya.

 

25. Jauhkan dia dari kebiasaan meludah di tengah majelis atau tempat umum, membuang ingus ketika ada orang lain, membelakangi sesama muslim dan banyak menguap.

 

26. Mencegahnya dari banyak berbicara, kecuali yang bermanfaat atau dzikir kepada Allah ta’aala.

 

27. Cegahlah anak dari banyak bersumpah, baik sumpahnya benar atau dusta agar hal tersebut tidak menjadi kebiasaan.

 

28. Dia juga harus dicegah dari perkataan keji dan sia-sia seperti melaknat atau mencaci maki. Juga dicegah dari bergaul dengan orang-orang yang suka melakukan hal itu.

 

29. Sebaiknya anak diberi mainan atau hiburan yang positif untuk melepaskan kepenatan atau refreshing, setelah selesai belajar, membaca di perpustakaan atau melakukan kegiatan lain.

 

30. Jika anak telah mencapai usia tujuh tahun maka harus diperintahkan untuk shalat dan jangan sampai dibiarkan meninggalkan bersuci (wudhu) sebelumnya. Cegahlah ia dari berdusta dan berkhianat. Dan jika telah baligh, maka bebankan kepadanya perintah-perintah.

 

Kesimpulan:

Pertama, untuk pendidikan, maka tidak ada batas waktu kapan dimulainya, bahkan berbagai dalil di atas, menunjukkan bahwa seyogyanya pendidikan baik yang berkaitan dengan penanaman nilai-nilai aqidah islamiah, adab-adab islami, atau amaliah islamiah dimulai sedini mungkin. Bahkan para ulama menyebutkan bahwa pendidikan bukan hanya dimulai hanya setelah sang anak terlahirkan ke dunia, akan tetapi dimulai jauh-jauh hari, yaitu dengan cara memilih pasangan yang saleh, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

 

تخيروا لنطفكم وانكحوا الأكفاء وأنكحوا إليهم رواه ابن ماجة والحاكم

 

“Pilihlah tempat engkau menanamkan air mani (benih)mu, dan nikahilah wanita-wanita yang sekufu (sederajat), dan nikahkanlah mereka (dengan wanita-wanita yang berada di bawah perwalianmu).” (Riwayat Ibnu Majah, dan Al Hakim)

 

Kedua, Pendidikan bukan hanya dengan cara mengajari mereka, akan tetapi lebih dari itu, karena mencakup banyak hal, diantaranya adalah menjaga mereka dari makanan yang tidak halal, dan segala yang tidak halal untuk mereka, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersama cucunya Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib rodhiallahu ‘anhuma. Dengan demikian ini adalah tanggung jawab besar yang dipikul oleh setiap orang tua, yaitu hendaknya mereka mencari nafkah untuk keluarga, istri dan anaknya dari jalan-jalan yang halal, dan benar-benar ia ketahui akan kehalalannya, agar anaknya benar-benar tumbuh menjadi anak yang saleh, dan akan lebih mudah dididik dengan pendidikan yang benar. Oleh karena itu bila suatu saat kita merasa mendapatkan kesulitan dalam mendidik anak kita, maka hendaknya permasalahan ini dikoreksi ulang, yaitu: Apakah seluruh nafkah yang saya berikan kepada anak saya benar-benar halal? Pada kesempatan ini, betapa perlunya kita semua untuk merenungkan kisah yang disebutkan oleh Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam berikut,

 

“Ada seseorang yang safar jauh, keadaannya kusut dan berdebu, menengadahkan kedua tangannya ke langit, sambil berkata: Ya Rab, Ya Rab, akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka mana mungkin akan dikabulkan do’anya.” (HRS Muslim)

 

Para ulama menjelaskan bahwa alasan keempat ditolaknya doa orang tersebut ialah karena semasa ia masih kecil ia diberi nafkah dari harta yang haram, sebagaimana dijelaskan oleh Al Mubarakfury dan Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin. Maka sadar dan pikirkanlah semenjak sekarang wahai saudara-saudaraku tentang nasib anak kita, dan masa depan anak keturunan kita, jangan sampai karena dosa kita, yaitu mencari harta dari jalan-jalan yang haram, dan kemudian kita nafkahkan kepada mereka, doa-doa yang kelak mereka panjatkan tidak diterima Allah ta’ala.

 

Ketiga, pendidikan anak akan lebih menghasilkan buahnya bila disertai dengan adanya uswah hasanah, yaitu dengan cara mencontohkan setiap yang kita ajarkan pada mereka dalam bentuk praktek nyata dari orang tua. Cermatilah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas kepada cucunya Al Hasan, yaitu tatkala beliau bersabda kepadanya “Tidakkah engkau sadar bahwa kita tidak (halal) memakan shadaqah?” Pada hadits ini Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kepada Al Hasan, bahwa syariat ini, yaitu haramnya shadaqah, bukan hanya berlaku pada dirinya saja, akan tetapi berlaku bagi seluruh keluarga Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga beliau menyebutkan alasan larangan ini dengan kata-kata “kita”. Dan pembahasan masalah uswah hasanah dan perannya amat panjang, dan bukan ini saatnya untuk saya sebutkan.

 

Keempat, di antara metode pendidikan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah dengan menggunakan metode “perintah dan larangan”. Metode ini dengan jelas dapat kita amati pada hadits-hadits yang saya sebutkan di atas. Dan hal ini “larangan dan perintah” merupakan salah satu pokok ajaran islam, yang lebih dikenal dengan sebutan “amar ma’ruf dan nahi mungkar“. Dan sudah barang tentu metode ini menyelisihi metode pendidikan yang sedang dikembangkan di dunia kafir dan diikuti oleh banyak sekolah-sekolah islam terpadu, yaitu mengajarkan dengan cara menyampaikan tanpa memerintah atau melarang. Metode yang sedang digandrungi oleh banyak ormas islam dan sekolah-sekolah islam ini amat berbahaya bagi kelangsungan agama mereka, sebab ini akan mengikis habis prinsip amar ma’ruf & nahi mungkar dari jiwa mereka. Maka hendaknya umat Islam sadar dan mengkaji kembali berbagai metode pendidikan yang selama ini mereka terapkan, dan meningkatkan daya dan upaya mereka guna mengkaji metode pendidikan yang diajarkan dalam syariat.

 

Kelima, di antara metode pendidikan yang dapat kita simpulkan dari hadits-hadits di atas ialah dibenarkannya hukuman fisik, yaitu berbentuk pukulan, bahkan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam dengan jelas memerintahkan kita untuk memukul anak-anak kita bila mereka telah berumur 10 tahun dan berani meninggalkan shalat atau bermalas-malasan untuk shalat. Bukan hanya dalam mendidik anak saja kita disyariatkan untuk memukul, bahkan dalam mendidik istri (yang tentu sudah baligh dan dewasa, dan mungkin sudah berumur 60 tahun) kita juga disyariatkan untuk menggunakan metode memukul, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah berikut:

 

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ

 

“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya (sikap tidak taat pada suami), maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka.” (QS. An Nisa’: 34)

 

Dan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

عن معاوية بن حيدة رضي الله عنه قال قلت يا رسول الله ما حق زوجة أحدنا عليه قال أن تطعمها إذا طعمت وتكسوها إذا اكتسيت ولا تضرب الوجه…. رواه أبو داود وابن حبان

 

“Dari Mu’awiyyah bin Haidah radhiallahu ‘anhu ia berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah, ‘Ya Rasulullah! Apakah hak-hak istri kami atas kami?’ Beliau menjawab, ‘Engkau beri makan mereka bila engkau makanan, engkau beri mereka pakaian bila engkau berpakaian, dan janganlah engkau memukul wajah…’” (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Hibban)

 

Dan dalam hadits lain Nabi bersabda:

 

فاضربوهن ضربا غير مبرح رواه مسلم

 

“Pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras (tidak membikin patah tulang, atau luka, atau mengeluarkan darah, atau meninggalkan bekas).” (HR. Muslim)

 

Tentunya metode ini tidak dilakukan dengan sembarangan dan semena-mena, atau bahkan dengan cara-cara yang menjadikan anak cidera atau terluka, atau memukul di muka dll, sebagaimana yang dijelaskan dalam dua hadits di atas. Dan tentunya tidak dilakukan setiap saat, sebagaimana hal ini jelas dari teks ayat di atas, yaitu bila nasihat dan peringatan yang berbentuk kata-kata tidak berguna atau tidak dihiraukan lagi.

 

Keenam, dan yang tidak kalah penting dalam pendidikan anak adalah pembenahan terhadap diri sendiri, jadilah orang yang saleh, dan bertakwa, dengan izin Allah, bila hal ini telah tercapai, dan kita mendidik anak-anak kita dengan baik, anak-anak kita akan menjadi anak saleh pula. Pada kesempatan ini saya mengajak para pembaca untuk merenungkan kisah yang disebutkan dalam Al Quran, yaitu yang Karena kesalehan orangtua termasuk salah satu sebab agar Allah menjaga keturunan mereka. Sebagaimana yang Ia firmankan dalam surat Al Kahfi dalam kisah Musa dan Khidir:

 

حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَن يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنقَضَّ فَأَقَامَهُ قَالَ لَوْ شِئْتَ لاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا

 

“..hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. (Q.S.18:77)

 

Setelah itu Khidir berkata menjelaskan sebab mengapa ia memperbaiki dinding itu tanpa mengambil upah:

 

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا  

رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ

 

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu;..” (Q.S.18:82)

 

Betapa jelasnya kisah ini, pada kisah pertama, Allah mengutus Khidir untuk membunuh seorang anak yang bila hidup hingga dewasa akan menjadikan kedua orang tuanya yang mereka adalah orang-orang saleh menjadi sesat dan kafir.

 

Dan pada kisah kedua Allah memerintahkan Khidir untuk menegakkan pagar dinding yang hendak roboh, dan ternyata alasannya adalah karena di bawah dinding itu tersimpan harta peninggalan dua orang saleh untuk anak mereka berdua yang masih kecil. Jadi yang menjadi alasan adalah kesalehan orang tua, buka karena anaknya yang saleh.

 

Dari kisah ini dengan jelas kita mendapatkan banyak pelajaran penting dalam dunia pendidikan, yaitu bila orang tuanya saleh, maka -atas izin Allah- anak keturunannya akan dijaga Allah, bukan hanya tentang kehidupannya di dunia, akan tetapi sampai yang berkenaan dengan kehidupan akhiratnya. Oleh karena itu, betapa perlunya kita untuk merenungkan kisah ini, sehingga timbul di jiwa kita keyakinan dan iman bahwa Alah adalah benar-benar akan menjadi wali/pengurus orang-orang saleh.

 

Dan mungkin yang perlu kita perhatikan dalam mendidik anak kecil ialah, ajari mereka tata cara yang sopan lagi baik dalam menyampaikan alasan, baik alasan ketika meminta, atau menolak, atau mengajak, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman pada orang lain ketika mereka bermain dengan anak-anak mereka.  

 

Ketujuh, mengajarkan kepada anak tentang pentingnya berdoa. Rasulullah SAW telah mengajari kita untuk berlindung kepada Allah dari segala fitnah. Dan demikian juga hendaknya anak-anak itu diajari do’a-do’a dan mereka dituntun untuk mengucapkan do’a yang semoga Allah memberikan manfaat untuk mereka dengan do’a tersebut. Dan ketika Yusuf ‘alayhissalam diuji dengan fitnah wanita, ia berkata:

 

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلاَّ تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُن مِّنَ الْجَاهِلِينَ . فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

 

Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” Maka Tuhannya memperkenankan do’a Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S.12:33-34)

 

Dan Allah menjelaskan bahwa sebab diperkenankan-Nya do’a Yusuf adalah karena Ia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sehingga orang yang beriman mengetahui bahwa kalau ia berdo’a kepada Allah dengan sungguh-sungguh, maka sesungguhnya Allah itu Maha Dekat dan Maha mengabulkan.

 

Dari jawaban saya di atas, jelas bahwa pendidikan dapat dimulai semenjak dini, tanpa ada batasan umur, walaupun untuk sampai memerintahkan mereka shalat dan menegur dengan keras bila tidak shalat, ada batasannya, yaitu ketika telah berumur 7 tahun, atau yang sering disebut dengan umur tamyiiz (dapat membedakan antara baik dan buruk, sandal kanan dari sandal kiri). Dan sudah barang tentu selama masa pembelajaran dan pelatihan, anak-anak akan melakukan banyak kesalahan, baik yang berkaitan dengan ucapan atau perbuatan, maka kesalahan-kesalahan tersebut, sedikit demi sedikit dibenarkan dengan cara-cara yang selaras dengan pertumbuhan mereka.

 

Semoga Allah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah dan ‘inayahnya kepada kita dan keluarga kita, serta kepada seluruh pembaca dan keluarga mereka sehingga termasuk orang-orang yang mendapatkan petunjuk di dunia dan akhirat, amiin. Wallahu a’lam bisshawab.

Tinggalkan sebuah Komentar »

Belum ada komentar.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.