Buyaathaillah's Blog

Bayan Masyeikh Maulana Ibrahim Dawla : Permasalahan dan Penyelesaiannya

PERMASALAHAN DAN PENYELESAIANNYA

Maulana Ibrahim

الْحَمْدُ للِّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ ، وَنَعُوذُ بِالله مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلاَ مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.صَلَّى الله تَعَالى عَلَيهِ وَعَلَى اله وصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيْرًا كَثِيْرًا

 

أَمَّا بَعدُ فَأَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلاَّ تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ () نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ () نُزُلاً مِّنْ غَفُورٍ رَّحِيمٍ () وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ ()

 

 

Kepada saudara-saudara yang masih berdiri, tolong segera duduk. Bila belum waktunya berangkat, hendaknya duduk dengan tenang. Bila sudah waktunya berangkat, dan kendaraan sudah dipersiapkan, hendaknya segera membawa kawan-kawannya berangkat. Tidak pantas masih tinggal di sini. Segera berangkat bersama kawan-kawannya agar segera memulai kerja sesampainya di sana. Bila belum waktunya berangkat, hendaknya duduk. Jangan buang waktu ke sana ke mari. Apa yang menjadi maksud kedatangan kita, hendaknya kita sibukkan diri di dalamnya. Dan yang sudah duduk di sini, hendaknya terjaga. Dengan niat memasukkan ke dalam hati. Yang berbicara maupun yang mendengar, semuanya berniat untuk memasukkan ke dalam hati. Sedangkan memasukkan ke dalam hati orang lain, itu adalah dalam kekuasaan Allah subhanahu wata’ala.

 

Setiap Orang Menunaikan Tanggung Jawab

 

Setiap orang hendaknya menunaikan tanggung jawabnya. Yakni bagaimana hal ini masuk ke dalam hati. Menggerakkan saya untuk mengamalkan agama Allah subhanahu wata’ala. Apa pun yang ada di dalam hati, itulah yang menggerakkan manusia. Bila agama telah masuk ke dalam hati, itulah yang akan menggerakkannya. Bila hati berisi nafsu, itu pulalah yang akan menggerakkan. Kaedahnya adalah bahwa pesawat terbang hanya bisa terbang dengan kekuatan yang ada di dalamnya. Bukan dengan kekuatan luar. Bila kekuatan dalamnya ada, ia bisa terbang. Bila kekuatan dalamnya rusak, maka kecelakaan jadinya.

 

Demikianlah, seorang muslim akan menjalankan agama dengan kekuatan dalamnya. Mata melihat dengan kekuatan dalamnya. Telinga mendengar dengan kekuatan dalamnya. Semua dapat digunakan dengan kekuatan yang tersimpan di dalam. Bila kekuatan dalamnya melemah, orang akan berobat. Pandangan berkurang, ternyata memang kekuatan dalamnya berkurang. Maka untuk mengobatinya, dikirimkan dari luar ke dalam tubuh. Masukkan darah dari luar ke dalam tubuh. Masukkan obat dari luar ke dalam tubuh. Masukkan nutrisi dari luar ke dalam tubuh.

 

Karena kekuatan dalam tidak tersisa lagi, makin lama makin lemah, maka dengan usaha luar, dengan berbicara, mendengar, melakukan, iman atau kekuatan itu akan tumbuh di dalam diri. Bisa dipahami ? Ini bukan permainan. Bukan perkara adat istiadat. Bukan menyempurnakan formalitas. Bukan peraturan satu suku atau bangsa tertentu. Bukan.

 

Hadirin yang mulia,

Ini adalah satu tanggung jawab. Harus kita pahami, juga kita tunaikan. Inilah yang sudah menghilang dari pikiran dan hati kita. Lalu hati dipenuhi nafsu. Nafsu bisa langsung menarik seseorang. Menarik semua potensi dan kekuatannya. Sehingga kekuatannya hilang sia-sia.

 

Hadirin yang mulia,

Inilah yang harus kita wujudkan dalam diri kita. Agama dan keimanan, keyakinan dan ketaqwaan, keikhlasan dan pengorbanan. Sehingga sifat ini akan menggerakkan kita menuju Allah subhanahu wata’ala. Lalu, bila sifat ini sudah wujud dalam diri pengemban dakwah, maka akan mudah wujudnya pada orang lain. Dan bila dalam diri kita ini belum wujud, bagaimana akan ada dalam diri orang lain ? Akan beramal atau duduk tidur di sini ? Bagaimana ? Paham tidak apa yang dibicarakan? Tidak juga paham. Dan yang tidak paham, mengapa duduk diam ? Bangun dan bergerak. Ini adalah kesalahannya, mengapa tidak berusaha memahami? Bila seseorang memahami keuntungan dan kerugian, dia akan bertahan. Sedangkan bila keuntungan dan kerugian tidak dipahami, apa mungkin dia lakukan? Sebab keuntungan dan kerugian tidak dipahami. Karena itulah hendaknya mendengar dengan penuh perhatian. Dengan niat mewujudkan di dalam dirinya. Lalu dakwahkan agar pelajaran menjadi kuat. Bila didakwahkan, pelajaran akan menjadi kuat dan tidak lupa.

 

Allah subhanahu wata’ala Menjamin Masalah Rizki

 

Allah subhanahu wata’ala menegakkan ummat ini untuk dakwah, untuk berkhidmat pada makhluk dan mengusahakan kebaikan orang lain. Inilah tujuan hidup mereka, ummat Nabi Saw, bukan untuk mencari makanan. Makanan akan Allah subhanahu wata’ala berikan dengan kekuasaannya. Allah subhanahu wata’ala memberikan rizki pada burung. Berapa tangan yang dimiliki burung untuk bekerja? Satu pun tidak punya. Ia tidak punya sarana untuk bekerja.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan bahwa pagi hari burung pergi dengan perut kosong, sore hari pulang dengan tembolok penuh. Tembolok yang dia pakai untuk mengumpulkan biji-bijian. Sore hari pulang dengan tembolok penuh biji-bijian.

 

Siapa yang memberinya rizki ? Allah subhanahu wata’ala yang memberi. Jadi Allah memberi tidak? Jawabannya memberi pada semuanya.

 

Hadirin yang mulia,

Masalah rizki Allah subhanahu wata’ala genggam dalam kekuasaanNya. Dari sanalah rizki dibagikan, ada yang diberi banyak, ada yang diberi sedikit, sebagaimana umur yang diberikan. Ada yang diberi umur panjang, ada yang diberi umur pendek, tidak bisa bertambah. Yang sudah ditetapkan, itulah yang akan didapatkan. Umur yang dilewati dalam sehari, rizki hari itu juga akan ia dapatkan. Selama rizkinya belum ia dapatkan, ia tidak akan mati. Saat rizkinya tidak tersisa lagi di muka bumi, ia tidak akan dibiarkan hidup lagi. Bila seorang meratapi keluarganya yang mati, malaikat maut akan berkata :

 

“Apakah saya merugikannya ? Umurnya sudah habis. Rizkinya juga telah habis. Bagaimana bisa terus hidup ?”

 

Kekhawatiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

 

Hadirin yang mulia,

Tegaknya ummat ini bukan atas rizki. Semoga Allah subhanahu wata’ala pahamkan hal ini pada kita. Sebab, masalah rizki ini telah merusak kehidupan kita.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 

“Bukanlah kefakiran yang saya khawatirkan atas kalian.”

 

Justru kebanyakan ummat ini terjebak dalam memikirkan agar ummat ini jangan sampai menjadi fakir.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

 

“Tetapi yang aku khawatirkan adalah kalian akan terjebak.”

 

Dan itulah yang memang terjadi. Pada mulanya ummat terjebak dalam keperluan. Lalu terjebak dalam nafsu. Bila keperluan makin meningkat, maka akan menjadi nafsu. Kemudian terjebak dalam perkara haram. Nafsu akan menyeret manusia pada perkara haram. Dan bila sudah terjebak dalam haram, berarti mati. Yakni, akan muncul kegelisahan. Bukannya pertolongan, justru timbul kesusahan. Aturan jadi berantakan. Semoga Allah subhanahu wata’ala lindungi kita. (Amin)

 

Hadirin yang mulia,

Ada perintah-perintah untuk hamba yang datang dari Allah subhanahu wata’ala. Ada perintah ini dan perintah itu. Bila seseorang menunaikan perintah Allah subhanahu wata’ala, maka Allah subhanahu wata’ala akan berikan pertolongan kepadanya. Dan inilah jalan yang sebenarnya.

 

Kerja Agama Berawal dari Cobaan kemudian Pertolongan

 

Dengan menjalankan perintah-perintah Allah Swt, maka Allah subhanahu wata’ala akan bersama dengan kita (Ma’iyatullah). Dengan mengamalkan perintah-perintahNya, pertolongan Allah subhanahu wata’ala akan didapatkan. Ini adalah perkara asas, perkara dasar. Pertama kali yang diperlakukan seperti ini oleh Allah Swt adalah para anbiya. Para anbiya ‘alaihimussalam menjalankan perintah-perintah Allah subhanahu wata’ala, lalu Allah subhanahu wata’ala menolong mereka. Sebab-sebab pertolongan tidak ada, yang ada justru sebab-sebab rintangan. Namun, kekuasaan Allah subhanahu wata’ala yang memunculkan sebab. Dalam kerja agama, yang pertama muncul adalah rintangan, baru kemudian pertolongan. Hendaknya hal ini dipahami dengan baik. Bila seseorang salah berpikir, yang kebanyakan terjadi dipikiran mereka adalah :

 

“Kami kan melakukan kerja agama, semestinya kita mendapatkan segala macam kemudahan.”

 

Padahal tidak demikian kenyataannya. Hal inilah yang menyebabkan kemunduran dalam kerja agama. Dalam tasykil, mengapa orang melarikan diri ? Ada sedikit kesulitan sudah melarikan diri. Padahal jalan ini adalah jalan yang penuh rintangan. Awal-awal adalah rintangan, kesulitan, sedikit saja. Seperti pengobatan, tatkala berobat, pada mulanya ada penderitaan, baru kemudian kesembuhan. Bagaimana orang berobat ? Apakah sejak awal langsung kenyamanan? Tidak. Pada mulanya kesusahan, baru kemudian sembuh, baru kemudian sehat. Bagaimana kejadiannya? Ternyata operasinya yang berhasil. Delapan sepuluh hari kemudian bisa istirahat pasca operasi. Awalnya kesusahan, baru kesehatan. Demikian pulalah halnya agama. Pada mulanya akan datang cobaan, baru kemudian pertolongan Allah subhanahu wata’ala datang.

 

Untuk itu, hendaknya kita sudah siapkan diri kita. Sehingga Kita seharusnya sudah siap menghadapi rintangan itu. Bukan kita meminta kesulitan. Tidak boleh diminta kesulitan itu, tetapi bila ujian datang jangan melarikan diri. Justru kita bertahan diatas kesulitan tersebut. Ini adalah aturan Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala jalankan kebenaran di dunia ini beserta cobaan.

 

Permisalan Agama dan Keimanan.

 

Ada buah, melon namanya. Bila musim panas, ia manis rasanya. Bila panas sekali, bulan Mei misalnya, ia sangat manis. Bila tidak panas, maka rusak. Hujan turun, maka panen gagal. Ini adalah buah yang matang dengan panas. Makin panas makin manis rasanya. Demikianlah agama dan keimanan. Dengan kesulitan akan menjadi matang dan manis. Siapa yang paling banyak kesulitannya dan ia menanggungnya, bertahan atas kesulitannya, maka ia akan semakin matang agamanya. Seperti melon tadi, makin panas makin manis rasanya. Sehingga tangan akan sambung menyambung memakannya. Begitu habis, tangan langsung bergerak mengambil lagi.

 

Nasehat Maulana Muhammad Yusuf rahmatullah ‘alaih

 

Maulana Muhammad Yusuf rahmatullah ‘alaih mengatakan :

 

“Kebenaran dimulai dengan kesulitan, sedangkan akhirnya adalah kesuksesan. Ini adalah sunnah Illahi. Tidak akan Dia rubah. Sunnah maknanya aturan Allah subhanahu wata’ala. Para ahli kalimah thayyibah hendaknya dipahamkan bahwa agama didapatkan dengan sedikit penderitaan :

 

. لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ

Artinya : Sungguh kalian akan diuji dengan diri dan harta kalian.

 

Kita semua akan diuji dengan harta. Harta yang kita miliki akan berkurang. Lalu akan nampak kerugian dalam harta. Badan pun akan ada kerugian. Kerugian seperti apa yang dialami badan ? yaitu dengan adanya perubahan seperti : sakit, panas demam, dan hal-hal lainnya. Ini semua akan muncul di jalan agama.

 

Imbalan Kesusahan

 

Namun semua kesusahan di jalan agama itu bukanlah hal yang percuma atau sia-sia. Ketahanan kita dalam kesusahan itu akan memperkuat kerja kita dalam memperjuangkan agama Allah subhanahu wata’ala. Yang kedua, orang yang menderita di jalan Allah akan menjadi layak untuk ditolong Allah subhanahu wata’ala. Sebab mereka menderita dan susah karena Allah. Walaupun menderita, namun ia tetap bertahan dan berkerja di tengah-tengah kesusahannya itu. Mereka inilah yang akan Allah tolong. Maka akan diberikan pada mereka imbalan daripada kesusahan itu :

 

. وَأُوذُواْ فِي سَبِيلِي

Artinya : “Dan mereka disakiti….

 

Allah subhanahu wata’ala Maha Tahu bahwa mereka disakiti di jalan Allah subhanahu wata’ala. Berbagai kondisi berat menimpa mereka, bahkan kondisi yang mengakibatkan kematian. Hamba-hamba seperti ini akan mendapatkan nikmat-nikmat khusus dari Allah subhanahu wata’ala. Nikmat pertama adalah dimaafkan kesalahan-kesalahannya, dosa-dosanya diampuni. Nikmat yang kedua, akan datang pertolongan dari Allah subhanahu wata’ala dalam kehidupan mereka.

 

Kesulitan Datang Perlahan

 

Karena itulah, justru di jalan kebenaran, dijalan agama ini, ujian Allah subhanahu wata’ala datangkan. Ujian itu didatangkan untuk pendidikan kita, maka kitalah yang harus melakukannya. Karena ujian ini, Allah subhanahu wata’ala akan menjadikan kita ahli ikhlas, ahli iman, ahli taqwa. Sedangkan yang lari dari ujian, atau meninggalkan pembicaraan ini, atau yang duduk berdiam saja, maka keimanan, keikhlasan, dan ketaqwaan ini tidak akan terbentuk. Untuk membentuk keimanan, keikhlasan, dan ketaqwaan itu tidaklah mudah. Semua itu akan terbentuk tidak dengan melarikan diri, duduk diam saja, atau malah meninggalkan. Sedangkan ini kerja kita ini bukan untuk orang yang hanya bisa duduk diam.

 

Perintah Allah subhanahu wata’ala datang secara perlahan. Dan kesulitan juga Allah subhanahu wata’ala datangkan bersama perintah Allah. Perintah Allah subhanahu wata’ala datangkan, ujian pun Allah subhanahu wata’ala berikan. Seperti datangnya perintah shalat, maka datang juga keadaan dingin dan panas. Apakah dia tetap sholat dalam keadaan dingin ataupun panas. Datang perintah puasa, perintah haji, datang juga keadaan-keadaan yang menyertai. Perintah berjalan, keadaan yang menjadi ujian, juga berjalan. Karena itulah, bila seorang hamba selalu menjalankan perintah Allah subhanahu wata’ala dalam setiap keadaan, Allah subhanahu wata’ala akan berikan dia hadiah untuk setiap keadaan yang dia alami. Ada hadiah musim dingin, ada hadiah musim panas, ada hadiah saat sakit.

 

Dua Manfaat untuk yang Bertahan di Setiap Keadaan

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terkena demam parah. Dua kali lipat demam umumnya. Bila orang pada umumnya demam bisa sampai empat hari misalnya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jadi berapa hari demamnya? Itu datang sekaligus, parah sekali. Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu memegang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia merasa heran, mengapa tubuh rasullullah Saw bisa begitu panas. Separah apa demam yang dialami seseorang, sebesar itu pula hadiahnya. Semua ujian dalam setiap keadaan ini adalah untuk peningkatan. Hanya saja tidak boleh diminta ujian atau mujahaddah itu.

 

Agama Allah subhanahu wata’ala adalah sesuatu yang sangat besar, maka didapatkannya tidak bisa dengan senang-senang melainkan dengan kesusahan. Keadaan selalu disertakan bersama perintah. Karena itulah hendaknya kita jalankan dakwah ini dengan kesungguhan. Kita targhibkan kepada orang-orang agar mereka mau hidup sesuai dengan perintah Allah subhanahu wata’ala. Walaupun dengan perintah Allah Swt ini, akan datang kesusahan pada mereka. Namun kemudahan juga akan datan. Dua hal yang akan kita dapatkan :

 

  1. Keadaan akan Allah subhanahu wata’ala mudahkan
  2. agama akan Allah subhanahu wata’ala berikan.

 

Dua keuntungan ini akan kita dapatkan jika kita bertahan dalam kesusahan. Keadaan jadi mudah dan agama juga akan didapatkan. Hendaknya kita berharap pada Allah subhanahu wata’ala agar hadiah dan keberkahan, Allah subhanahu wata’ala berikan. Setiap orang muslim menginginkan keberkahan. Keberkahan ada sebabnya, ketidak berkahan juga ada sebabnya.

 

Penyebab Keberkahan dan Ketidakberkahan

 

Ada sebab datangnya keberkahan dari Allah subhanahu wata’ala. Bila seorang muslim mengusahakan sebab-sebab keberkahan, Allah subhanahu wata’ala akan berikan keberkahan. Dan bila muncul penyebab ketidak berkahan, Allah subhanahu wata’ala akan cabut keberkahan tersebut. Dan asbab yang dia miliki akan menjadi beban baginya. Tokonya, tanahnya, segala sesuatu yang ia miliki akan menjadi beban baginya. Bila ia memiliki kekuasaan, itu juga akan menjadi beban baginya. Sebab, keberkahan sudah dicabut.

 

Keuntungan Usaha Menunaikan Perintah

 

Hadirin yang mulia,

Allah subhanahu wata’ala memberitahukan dua penyebab keberkahan :

 

Pertama adalah keyakinan. Yakin pada Allah subhanahu wata’ala, pada kekuasaanNya, pada keputusanNya. Dengan usaha yang benar, keyakinan seseorang akan terbentuk.

 

Penyebab kedua adalah adanya ketaqwaan dalam kehidupan. Ketaqwaan dan rasa takut kepada Allah subhanahu wata’ala akan menahannya dari kemaksiatan kepada Allah subhanahu wata’ala.

 

Setiap perbuatan maksiat, di belakangnya ini ada siksa yang pedih dan kebinasaan. Bila usaha atas perintah Allah subhanahu wata’ala dilakukan, Allah subhanahu wata’ala akan masukkan rasa takut ke dalam hati. Dan bila ada rasa takut sudah ada, maka anggaplah bahwa mesin sudah dipanaskan. Mobil itu pertama kali itu yang dipanaskan adalah mesinnya. Bila mesin sudah panas, mobil bisa berjalan. Bila tidak panas, apakah akan berjalan? Tidak jalan. Demikian pulalah, agar seorang mukmin berjalan menuju Allah subhanahu wata’ala, harus ditumbuhkan rasa takut di dalam hati. Dengan rasa takut ini dia pun akan berjalan menuju Allah subhanahu wata’ala. Dia akan lari dari neraka karena ketakutannya, menuju surganya Allah Swt. Dia merasa takut ini awalnya. Sekarang pertanyaannya, berapa jauhkah surga, berapa jauhkah neraka? Apakah jauh sekali ? jawabnya tidak jauh, bahkan dekat sekali.

 

Nasehat Sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu

 

Sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengatakan :

 

“Surga dan neraka setiap orang itu lebih dekat daripada tali sandalnya.”

 

Masukkan kaki ke dalam sandal, dan tali sandal pun menempel di kaki. Berapa jauhkah itu ? tidak jauh, tapi bisa menempel. Surga dan neraka setiap orang menempel padanya. Di mana kakinya salah melangkah, maka (na’udzu billah) itu adalah jalan neraka. Dan bila benar melangkah, maka itu adalah jalan surga. Inilah yang namanya hakekat. Setan memahamkan bahwa keduanya sangat jauh, padahal tidak sama sekali. Bagaimana bisa jauh? Jika kita salah melangkah. Maka kita jaga langkah kaki. Jangan sampai melangkah ke sana ke mari.

 

Hadirin yang mulia,

Bila usaha kita benar, pertama kali Allah subhanahu wata’ala akan berikan rasa takut di dalam hati. Jika rasa takut sudah ada dalam hati berarti mesin sudah panas. Sekarang baru bisa berjalan menuju surga. Ini yang harus kita pahami. Orang yang akan diberi hidayah, Allah Subhana huwata’ala akan berikan rasa takut padaNya. Dan itulah yang akan menggerakkannya.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

 

مَنْ خَافَ أدْلَجَ وَمَنْ أدْلَجَ بَلَغَ المَنْزِلَ

Artinya : “Barangsiapa takut, dia akan segera berangkat. Barangsiapa segera berangkat, akan sampai ke tujuan.”

 

Kita sudah bicarakan, bahwa buatlah usaha atas perintah Allah subhanahu wata’ala. Apa keuntungannya ? Keuntungannya untuk orang muslim adalah akan munculnya rasa takut. Dan sudah menjadi kaedah bahwa barangsiapa takut, ia segera berangkat. Bila tidak, akan ketinggalan mobil, ketinggalan bus, ketinggalan pesawat. Bila seseorang ini ahli iman, apa bisa ketinggalan shalat ? Orang yang disiplin, dia akan khawatir ketinggalan shalat. Rasa takutnya akan menggerakkannya untuk tidak tertinggal sholat. Ia tidak akan melihat ke arah lain, sebab, ia akan merasa takut. Jika ada rasa takut bagaimana mungkin melihat ke arah lain. Ia berjalan menuju tujuan yang diinginkannya, bila masih melihat kearah yang lain, bisa kelewat tujuannya.

 

Kondisi Kita Hari ini

 

Jika kita berusaha di jalan Allah subhanahu wata’ala hendaknya melihat, seberapa besar tumbuh rasa takut dalam hati kita dari apa yang telah kita usahakan. Atau setelah selesai masanya lalu pulang, berapa besarkah rasa takut tumbuh ? Bila tidak tahu, apakah hanya menyelesaikan hitungan kalender empat puluh hari ? Bagaimana ini ? Menghitung kalender kan ? Tanggal satu mulai empat puluh hari. Lalu menghitung kalender, ternyata hari ini empat puluh hari selesai. Menyelesaikan empat puluh hari kalender atau menyelesaikan empat puluh hari mujahadah ? Ya, mujahadah empat puluh hari tidak selesai. Yang selesai adalah empat puluh hari kalender. Kerja tidak selesai. Waktu diselesaikan tetapi kerja tidak selesai, bagaimana ini ? Coba pikir sendiri. Seperti seorang karyawan tidak bekerja. Dia punya tugas lima jam. Lima jamnya memang selesai, tetapi kerjanya tidak diselesaikan. Tentu tidak akan dibiarkan sebagai karyawan. Dia merusak waktunya sendiri, juga merusak kerja kita. Orang yang mencuri kerja. Tidak mungkin dibiarkan sebagai karyawan.

 

Takut kepada Allah subhanahu wata’ala Mengingatkan Kesalahan Lama

 

Hadirin yang mulia,

Bila usaha dilakukan dengan arah yang benar, Allah subhanahu wata’ala akan berikan kepadanya rasa takut. Rasa takut itu akan menggerakkannya pada jalan yang benar. Dan itulah yang kita inginkan, berjalan ke arah yang benar. Maka dengan taqwa ini, dia akan ingat pada kesalahan-kesalahan pada masa lalu. Saya pernah melakukan kesalahan ini dan itu. Saya punya tanggungan ini dan itu. Kenapa demikian ? Sebab rasa takut sudah tumbuh. Muamalahnya benar. Dia mulai berjalan menuju Allah subhanahu wata’ala. Ia akan tunaikan perintah Allah subhanahu wata’ala. Demikianlah seterusnya sampai ia korbankan diri dan hartanya.

 

مَنْ خَافَ أدْلَجَ وَمَنْ أدْلَجَ بَلَغَ المَنْزِلَ

Barangsiapa takut, dia akan segera berangkat. Barangsiapa segera berangkat, akan sampai ke tujuan.

 

Bila rasa takut kepada Allah subhanahu wata’ala sudah timbul. Maka pahamilah bahwa keberkahan akan datang.

 

Doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

 

Perhatikanlah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta rasa takut kepada Allah subhanahu wata’ala. Sedangkan orang-orang, apa yang mereka minta ? Mereka minta makanan, ,inta rizki, minta dunia. Apa yang diminta oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :

“Ya Allah subhanahu wata’ala, berikan padaku rasa takut.”

 

Rasa takut seperti apa ? Rasa takut yang menghalangi dari maksiat. Minta rasa takut kepada Allah subhanahu wata’ala dan doa agar Allah Swt mau mengajarkannya kepada kita. Sebab, bila dalam kehidupan ada rasa takut, maka modal keberkahan telah didapatkan. Dia pun akan merasa takut, dalam urusan dirinya, hartanya, dalam segala hal. Jika ini dapat dilakukannya, maka dia akan berjalan dengan benar. Jadi satu penyebab keberkahan dalam kehidupan adalah rasa takut kepada Allah subhanahu wata’ala. Seorang hamba akan mendapatkannya bila ia melakukan usaha atas perintah Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala akan berikan rasa takut di dalam dirinya. Lalu ia akan mengingat dosa-dosanya di masa lalu, karena ikatan sudah terbuka. Sudah lama hati diisi kegelapan, sekarang sudah ada cahaya. Pengaruh buruk dosa masa lalu teringat kembali. Pada masa lalu saya pernah melakukan begini begitu. Sahabat radhiyallahu ‘anhu datang bertanya, “Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dulu kami di masa jahiliyah pernah melakukan begini begitu. Mengubur anak perempuan hidup-hidup. Dosa ini dan itu.” Kejadian-kejadian masa lampau teringat kembali. Ini tanda-tanda cahaya iman telah mengisi hati. Dengan usaha iman, cahaya iman akan mengisi hati.

 

Hadirin yang mulia,

Ini saya sedang menceritakan keuntungan kerja yang sedang kita lakukan ini. Pada akhirnya, keuntungan apa yang akan didapatkan oleh orang muslim ? Apakah hanya keluar dan keluar ? Bukan begitu. Maksud keluar adalah untuk membentuk iman. Iman terdiri dari dua bagian :

 

  1. Rasa takut
  2. Keyakinan.

 

Sebagaimana dalam minum ada dua macam minuman, panas dan dingin. Maka rasa takut itu adalah seperti yang panas. Sebagaimana semua kendaraan berjalan tatkala mesinnya sudah panas. Jika mesin sudah panas, baru mesin bisa berjalan. Mesin yang panas itu adalah seperti badan yang mampu menggerakkan kita menuju Allah subhanahu wata’ala. Dan menjaganya dari lain-lainnya. Para sahabat telah dipenuhi rasa takut dan taqwa pada Allah subhanahu wata’ala dalam hati mereka sehingga tidak ada keraguan sedikit pun yang masuk ke dalam hati.

 

Rasa Takut kepada Allah subhanahu wata’ala Mendorong Taubat

 

Satu sifat yang akan kita dapatkan dari usaha iman adalah rasa takut kepada Allah subhanahu wata’ala yang akan menggerakkan kita untuk menunaikan perintah-perintah Allah subhanahu wata’ala. Menjaga kita dari kemaksiatan, dan dalam cahayanya kekotoran masa lalu akan bersih. Dia akan berpikir pernah melakukan begini begitu. Sekarang, siapa yang akan menyelamatkan ? Allah subhanahu wata’ala yang menyelamatkan. Bagaimana menyelamatkannya ? Dengan taubat. Sifat (التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ  ) akan tumbuh, ( التَّائِبُ=العائد ).

 

Siapakah orang yang taubat itu ? Orang yang kembali. Asalnya terasing dari Allah subhanahu wata’ala, lalu kembali kepada Allah subhanahu wata’ala. Rasa takut kepada Allah subhanahu wata’ala yang didapatkan dari usaha atas perintah Allah subhanahu wata’ala adalah :

التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ

yaitu mengakui kekeliruan dan kembali kepada perintah Allah subhanahu wata’ala. Dengan meminta ampun kepada Allah subhanahu wata’ala, maka Allah subhanahu wata’ala akan mengampuninya. Orang yang telah mendapatkan dakwah, ia akan bertaubat. Sehingga dakwah menjadi bagian dirinya. Melalui inilah ia akan menuju Allah subhanahu wata’ala. Sebab, taubat sudah ia dapatkan.

 

Bagi seorang hamba pintu taubat akan tetap terbuka selama nyawa masih belum sampai di tenggorokan. Bertaubatlah ! Kita tidak tahu kapan ajal menjemput. Pertama-tama, bertaubatlah. Lalu perbaiki ibadah. Baru kemudian penggunaan harta dan diri akan lurus.

 

Karguzari Seorang Kawan

 

Ada seseorang datang ke sini. Saya bertemu di dekat kolam.

 

Saya bertanya : ” kamu dari mana ?”

Dia menjawab : “Saya dari Muzaffarnagar.”

Lalu saya bertanya lagi : “Sedang apa disini ?”

Dia menjawab : “Saya baru selesai keluar empat bulan?”

Saya bertanya : ” Asal kamu dari mana dan kemana kamu keluar ?”

Dia menjawab : “Dari kota ini,” katanya menyebut suatu kota.

 

Dia berkisah :

 

“Saya baru menyelesaikan keluar empat bulan. Dulunya saya adalah pemusik. Saya sangat lihai di bidang ini. Bila saya menyanyi dalam pertunjukan di satu pesta pernikahan, sedangkan di pesta pernikahan lain juga ada pertunjukan musik, maka pesta yang lain bisa bubar karena orang akan memilih mendatangi pertunjukan saya. Saya betul-betul tenggelam dalam musibah itu. Siang hari saya bekerja sebagai karyawan, malam hari saya sibuk menyanyi. Istri saya adalah orang yang agamis. Dia sangat sedih dengan keadaan itu.”

 

Istri saya katakan : “Allah subhanahu wata’ala sudah cukup memberikan rizki kepada kita dan keluarga. Lalu, mengapa kita terjebak dalam musibah seperti ini ?”

 

Mendengar ini dari istri, saya sangat marah atas hal itu.

 

Saya katakan : “Kalau mau diteruskan silakan, kalau tidak ya pergi saja.”

 

Jika Kehidupan sudah rusak, maka kebenaran terasa tidak enak lagi. Kondisi yang sudah rusak, ini seperti seseorang yang digigit ular. Orang yang sudah digigit ular ini, maka yang pahit pun terasa manis. Bila seseorang terkena racun ular maka ia diminta mengunyah daun imba. Ini adalah terapi kampung. Untuk mengetahui apakah racunnya sudah merasuk ataukah belum, maka suruh saja dia mengunyah daun imba. Lalu ditanya, apakah terasa pahit atau tidak? Bila tidak merasa pahit, berarti racunnya sudah merasuk. Seolah-olah sudah merasuk dalam saraf-sarafnya. Demikian juga, jika racun kemaksiatan ini sudah merasuk, maka dosa juga terasa manis. Seperti daun imba yang terasa manis. Watak sudah rusak. Istri melarang malah mau ditinggal. Istri mengingatkan buat kebaikan, malah dihardik. (Maulana Ibrahim memberi penjelasan)

 

Demikianlah kehidupan saya berjalan. Sering kali, teman-teman dakwah datang mengajak saya. Tetapi saya selalu berhasil lepas dengan kelicikan saya. Suatu ketika, teman saya menjemput : “Ayo berangkat. Ini malam markaz. Kamu bisa dengarkan bayan.” Nafsu saya tidak betah berlama-lama. Begitu orang-orang lengah, saya segera mengambil motor dan pulang. Tetapi saat itulah saya mengalami kecelakaan. Tulang tangan saya patah. Saya pun sadar, saya dibawa ke jalan yang benar malah mencebur dalam kebinasaan. Sejak saat itu, kehidupan saya berbalik. Lalu saya datang ke sini untuk keluar empat bulan. Saya keluar ke UP (Uttar Pradesh).” (kargozari selesai)

 

Setelah itu, setiap kali pergi ke sana, saya (maulana ibrahim) bertemu dengan orang itu. Dia adalah salah seorang penanggung jawab di sana, di Utter Pradesh. Setahun yang lalu, saya bertemu dengannya. Ia katakan, “Saya sudah mengumpulkan uang 10.000 rupee. Paspor juga sudah ada. Diputuskan ke mana pun dalam musyawarah, saya siap.”

Inilah taubat. Sesudahnya, terbuka pintu ibadah. Pemakaian diri dan harta jadi benar. Maka, hendaklah kita pahami kerja ini. Ini bukan sekedar meteran. Seorang keluar empat puluh hari, bukan berangkat empat puluh harinya. Tetapi pemahaman kerja. Betapa besarnya kerja agama ini. Tetapi untuk kerja yang besar ini, dari mana saja orang ditarik untuk datang mengerjakannya.

 

Nasehat Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih

 

Maulana Ilyas rahmatullah ‘alaih berkata, “Kerja kita ini adalah seperti pengangkutan barang berat. Apa maksudnya? Seperti kapal yang penuh muatan terdampar di air. Waktu, itu belum ada mesin. Hanya dengan tangan yang sudah terlatih. Tangan yang terlatih itulah yang melakukan kerja menaikkan benda-benda berat. Batu-batu besar untuk bangunan dinaikkan dengan tangan, karena mesin belum ada. Untuk mengangkat perahu itu, para penyelam menarik tali sutera yang diberi pengait. Mereka menyelam untuk menancapkan pengait itu ke badan kapal. Lalu dari atas tali itu ditarik dengan kerekan seperti orang menimba air di sumur.”

 

Orang tenggelam dalam dosa besar, di bawahnya adalah dunianya. Bila dakwah ini berjalan, Allah subhanahu wata’ala akan mengangkat mereka ke atas. Seperti pengangkutan barang besar tadi. Ini adalah usaha yang sangat besar. Dari mana saja Allah subhanahu wata’ala tarik orang-orang ke sini ? Bila orang muslim menjalankan dakwah ini dengan benar, itulah pengangkutan barang berat, yaitu dengan menarik mereka ke sini. Potensi ummat digunakan untuk agama.

 

Hidupnya sudah habis hancur dalam nyanyian, sekarang harta dan dirinya digunakan untuk kebenaran. Itulah hidayah.

 

Bila Yakin yang Benar Terbentuk, Maka Harta dan Diri akan benar Penggunaannya.

 

Sifat pertama yang muncul adalah tumbuh rasa takut kepada Allah subhanahu wata’ala. Asbab rasa takut itu ia akan kembali kepada Allah subhanahu wata’ala. Ia akan mengatakan, “Aku sudah kembali ke haribaanMu.” Lalu dia akan hidup sesuai tuntunan hidayah. Sekarang Allah subhanahu wata’ala akan menggerakkannya sebagai :

 

التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ الْحَامِدُونَ

 

Ia akan memuji Allah subhanahu wata’ala dalam segala keadaan. Bila kepahaman sudah didapatkan, ia akan selalu bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala. Itu akan menjadi sebab berbaliknya kehidupan. Allah akan mengeluarkannya dari keburukan-keburukan. Sekarang setengah kerja sudah selesai. Bagaimana selanjutnya ? selanjutnya adalah bertahan dalam kebenaran, kembali kepada kebenaran.

 

Sifat yang kedua, yakni keimanan, akan tumbuh di dalam diri kita dengan pengorbanan dan usaha sendiri. Keyakinan kepada Allah subhanahu wata’ala akan terbentuk. Sehingga harta dan diri akan digunakan untuk agama. Dulunya digunakan untuk kepuasan nafsunya. Sekarang setelah yakinnya benar, ketika harta sudah dikorbankan dia akan gembira. Dia tidak akan mengatakan, “Saya sudah habis sekian, habis sekian.” Sekarang bukan lagi menyelamatkan harta, tetapi bagaimana mengorbankannya. Selama yakin masih lemah, yang terpikir adalah menyelamatkan harta dan dirinya didunia ini. Menyelamatkan dirinya, menyelamatkan harta dan bendanya, yaitu agar jangan sampai terpakai. Padahal, apa yang kita lakukan itu sebenarnya bukanlah menyelamatkan, tetapi membinasakan. Harta dan Diri ini akan selamat jika kita korban di jalan Allah.

 

Keuntungan Korban Harta dan Diri untuk Agama adalah pasti.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah berjanji, dan itu diyakini oleh Nabi SAW :

 

أَنْفِقْ أُنْفِق عليك

Artinya :

 

“Berinfaklah, niscaya Allah subhanahu wata’ala akan berinfak pada kalian.”

 

Bila keyakinan telah terbentuk, maka badannya akan menggerakkannya untuk berinfak. Sebagaimana orang berinvestasi untuk perdagangan. Kenapa ? Karena akan mendapatkan keuntungan. Padahal, apakah keuntungan perdagangan itu pasti ? Tidak, tidak pasti, bisa juga rugi. Harta dagangan bisa dirampok atau dicuri. Jika ini terjadi, lalu keuntungan apa ? Jangankan keuntungan, modal pun lenyap. Tetapi, mengorbankan harta dan diri di jalan iman, akan mendatangkan keuntungan yang pasti. Bila seorang muslim mengorbankan diri dan hartanya, Allah subhanahu wata’ala akan menambah pemberiannya.

 

Gembira karena Pengorbanan untuk Agama adalah Tanda Keimanan

 

Sahabat Bilal memiliki sejumlah kurma. Sebagian kurma itu beliau simpan untuk berjaga-jaga bila ada keperluan mendadak.

 

أَنْفِقْ يَا بِلاَلُ ، وَلاَ تَخْشَ مِنْ ذِي الْعَرْشِ إِقْلاَلاً

Artinya :

“Belanjakanlah wahai Bilal, jangan merasa khawatir bila Pemilik ‘Arsy akan mengurangi.”

 

 

Allah subhanahu wata’ala Pemilik ‘arsy akan selalu memberi. Bila keyakinan seperti ini sudah terbentuk, maka ia akan merasa gembira setelah memberi. Seperti seorang petani yang merasa gembira setelah menanam. Seperti seorang pedagang yang merasa gembira setelah menanamkan modalnya. Demikian pula orang mukmin akan merasa gembira setelah mengorbankan hartanya untuk agama. Kegembiraan seperti ini adalah tanda keimanan, sebagaimana diterangkan dalam hadits. Ini adalah tanda terbentuknya keimanan. Dakwah ini akan membentuk keimanan kita.

 

Tanda Keimanan Seseorang

 

Dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

 

إِذَا سَرَّتْكَ حَسَنَتُكَ وَسَاءَتْكَ سَيِّئَتُكَ فَأَنْتَ مُؤْمِنٌ

Artinya :

 

“Bila amal baikmu membuatmu gembira, dan amal burukmu membuatmu sedih, maka engkau adalah orang mukmin.”

Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan kita orang mukmin yang sebenarnya. Bila ia mati, itu baik baginya. Ia hidup, itu pun baik baginya. Dalam hadits tersebut diberitahukan bahwa tanda keimanan adalah adanya kegembiraan setelah melakukan kebaikan. “Alhamdulillah, milikku terpakai untuk agama Allah subhanahu wata’ala. Alhamdulillah, aku terpakai untuk kerja agama. ” Bergembira dalam hati. Bergembira, namun bukan bangga, karena berbangga itu haram.

 

Bersyukur itu adalah sifat keimanan. Orang yang mengenal Allah subhanahu wata’ala akan bersyukur. Allah subhanahu wata’ala yang Maha memberikan. Bila Allah subhanahu wata’ala tidak memberi, tidak akan ada siapa pun yang mampu memberi. Maka bersyukur itu adalah sifat keimanan. Seorang mukmin itu selalu bersyukur. Ribuan rupee diinfakkan untuk agama, tetapi dia malah merasa gembira. Orang ahli dunia berkata, “Itu adalah kebodohan, lebih baik untuk membuat rumah yang nyaman. Atau membangun bungalow peristirahatan. Tanpa bungalow bagaimana hidup nyaman?” Sehingga mereka para ahli dunia akan anggap itu infak itu adalah suatu kebodohan. Begitukan yang terjadi hari ini pemikirannya ? Sedangkan orang mukmin, apa yang akan ia katakan ? : “Tidak. Rumah kami sudah punya. Anak kami tidak kepanasan. Tidak juga kehujanan. Tinggal di dalam rumah. Makanan juga ada. Sekarang masalahnya adalah tentang pemakaian. Tiba waktu pengorbanan, untuk Allah subhanahu wata’ala”. Demi Allah segala sesuatu yang dimiliki akan dikorbankan bagi orang beriman.

 

Pengorbanan Mendatangkan Keberkahan

 

Bila seorang muslim mengorbankan asbabnya untuk Allah subhanahu wata’ala dengan keyakinan seperti ini, maka Allah subhanahu wata’ala akan memberikan keberkahan dalam asbabnya. Perasaan takut kepada Allah subhanahu wata’ala, keyakinan, penggunaan harta dan diri dengan benar adalah hal-hal mendatangkan keberkahan. Semoga Allah subhanahu wata’ala maafkan kita, justru kita terdampar di tengah jalan. Jalan apa? Jalan kerugian. Bukannya mendapatkan keberkahan malah mengundang keruwetan permasalahan. Terputus dari jalan datangnya keberkahan.

Ini jalan keberkahan, keberkahan dicurahkan di sini. Karena harta dan diri digunakan untuk pengorbanan, dan pengorbanan mendatangkan keberkahan. Apa yang mendatangkan keberkahan pada ummat Islam? Nafsu syahwat? Tidak. Pengorbanan mendatangkan keberkahan. Bila harta dihabiskan dalam nafsu syahwat, segera obati. Bila diri digunakan untuk kemaksiatan, segera obati. Bagaimana? Sebagaimana harta dan diri telah digunakan untuk kemaksiatan, gunakanlah di jalan kebenaran. Inilah pengobatan yang diberitahukan. Bila keburukan telah dikerjakan, ikuti dengan kebaikan agar keburukan tercuci. Sebagaimana kotoran dicuci dengan sabun, kotoran akan terhapus. Demikian juga, bila keburukan diikuti dengan kebaikan akan terhapus. Bila dalam kehidupan sudah banyak pembelanjaan berlebihan, maka buatlah pengorbanan. Kita ini sudah terlalu banyak berlebihan, sehingga memenuhi taqaza agama dan dakwah menjadi susah. Kehidupan kita sudah terlalu dalam terjebak dalam israf (berlebihan), dan kesia-siaan. Karena itulah kita tidak bisa berkorban.

 

Israf Ummat Islam

 

Dalam hal apa saja ummat Islam melakukan israf? Tahu tidak? Semoga Allah subhanahu wata’ala berikan kepahaman yang benar kepada kita. Dalam makanan, dalam pakaian, dalam tempat tinggal, dalam pernikahan, dalam kendaraan, perjalanan dengan biaya tinggi. Pada zaman dahulu orang biasa bepergian dengan kuda, lalu dengan sepeda.

Pada tahun 1966 saya pergi ke sebuah kota. Para pegawai pemerintah dan orang pada umumnya berkendaraan sepeda. Pada waktu itu dengan sepeda sudah beres permasalahan. Pada malam Jumat di markaz saya lihat sepeda banyak sekali. Saya bilang, “Ini sepeda banyak sekali.” “Ya, di kota ini ada seratus ribu sepeda. Dan pemerintah mengenakan pajak 3 rupee persepeda. Pemerintah menerima 300 ribu rupee dari pajak sepeda.

Permasalahan selesai dengan kendaraan sepeda. Lalu permasalahan makin banyak. Dan sepeda tidak lagi cukup, maka perlu motor. Kemudian timbul masalah, bahwa dengan motor masih terkena panas matahari, terkena hujan. Dan bagaimana agar anak istri bisa terbawa juga? Ya dengan mobil tapi tidak cukup uang untuk beli mobil. Lalu bagaimana caranya? Semua orang tahu, dengan kredit. Maka sekarang kehidupan terjebak. Inilah israf. Timbul masalah baru, dari mana uangnya? Sedangkan angsuran harus dibayar tiap minggu selama setahun atau enam bulan. Maka berapa pun uang yang ada adalah untuk membayar angsuran itu. Maka berputar-putar dalam urusan mobil, punya hutang. Lalu apa untungnya? Bagaimana mendapatkan ketenangan?   Sama sekali tidak. Hanya karena keinginan, dunia menjadi beban. Bila hal ini sudah terjadi, Allah subhanahu wata’ala tidak akan memberikan keberkahan dalam asbabnya. Bahkan asbabnya menjadi beban baginya.

 

Dakwah Agama Mengajarkan Standar Hidup

 

Dakwah agama mengajarkan agar menurunkan standar kehidupan, jangan dinaikkan. Bila standar kehidupan diturunkan maka akan nyaman kehidupan. Bila keperluan dikurangi maka harta akan terpakai dalam kebenaran. Waktu terpakai dalam kebenaran. Sebab, dalam lima hal inilah adanya kemungkinan untuk israf dalam penggunaan harta ummat Islam. Bukannya terlarang, tapi bila israf terjadi, itu akan menghilangkan keberkahan. Pengorbanan tidak akan disukai, walaupun penghasilan bertambah. Ini pasti.

Karena israf, pengeluaran dalam kehidupan akan membengkak. Bila penghasilan bertambah, maka pembelanjaan yang sebelumnya tidak ada akan menjadi ada. Membelanjakan harta lebih dari keperluan itulah israf. Sedangkan membelanjakan harta untuk sesuatu yang benar-benar tidak perlu, itu lebih buruk lagi. Sebenarnya tidak perlu membelanjakan harta di situ, malah harta dibelanjakan. Bila ditanya mengapa menggunakan harta untuk itu, ia akan mencari-cari alasan. Atau merasa terlanjur. Itu namanya tabdzir. Menggunakan harta bukan pada tempatnya, itu adalah saudara setan. Dalam Al Quran disebuntukan إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ Sesungguhnya orang-orang yang berlaku tabdzir itu adalah saudara setan.

 

Gerakan Setan adalah Lawan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

 

Dalam hadits disebuntukan bahwa gerakan setan dan dakwahnya adalah lawan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajak ummat untuk menggunakan harta dan diri dalam kebenaran. Sedangkan setan mengajak ummat untuk menggunakan harta dan dirinya bukan pada tempatnya. Tempat yang semestinya tidak ada harta dibelanjakan, justru di sanalah harta dibelanjakan. Istiqamah dan pertolongan ghaibiyah yang dijanjikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila harta dibelanjakan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak akan ia dapatkan. Ini pun sudah tercapai maksud setan. Karena itulah, bila harta dan diri ummat Islam digunakan bukan pada tempatnya, maka dikatakan saudara setan. Mereka mengikuti arahan setan dalam kehidupan mereka. Tidak akan bisa menolong siapa pun. Ini adalah pengikut hawa nafsu. Tidak akan mampu bertahan di atas kebenaran. Kebenaran menjadi sulit baginya. Bila hawa nafsu yang diikuti, niscaya kebenaran aka dilawan. Bila taufiq tidak didapatkan, dia akan berpihak pada kebatilan. Dia tidak akan berpihak pada kebenaran. Ini adalah satu kemalangan besar. Seseorang tidak di pihak kebenaran malah membela kebatilan. Membela kebatilan, menganggap baik kebatilan. “Lihat, betapa bagusnya ini.” Apakah benar bahwa itu bagus? Tidak, itu buruk. Tetapi akal pikirannya sudah berubah.

 

Bentuk Kerusakan Bumi dan Penyelamatannya

 

Bila ini sudah terjadi, harta dan diri akan menjadi pendukung kekufuran (na’udzu billah). Mendukung kekufuran dan menentang kebenaran itulah yang disebut sebagai kerusakan di muka bumi. Baik sebagai pedagang, sebagai penguasa, sebagai apa pun akan membuat kerusakan di muka bumi sebab kesalahan dalam menggunakan harta dan diri.

Hadirin yang mulia

Allah subhanahu wata’ala mengeluarkan dari kerusakan kita dengan memberikan agama. Dan agar kita tidak lagi ke sana, Allah subhanahu wata’ala memberitahukan jalan kepada kita, ke manakah harta dan diri orang muslim mesti digunakan? Dalam acara pernikahan? Bukan. Harta digunakan untuk pernikahan hanya sesuai keperluan saja. Dalam hadits bahwa pernikahan yang sedikit biayanya adalah yang besar keberkahannya. Betul-betul sebaliknya. Jika kalian kurangi biaya pernikahan, kalian akan saksikan keberkahan. Pernikahan adalah sunnah, sunnah millah. Ada sunnah wudhu, sunnah mandi. Dan pernikahan adalah sunnah millah. Millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, millah Ibrahim, millah anbiya. Semua Anbiya menikah dalam hidup mereka. Sunnah yang besar. Lalu bagaimana pernikahan menyulitkan ummat, sedangkan ia adalah sunnah yang begitu besar. Semoga Allah subhanahu wata’ala pahamkan kita.

 

Maksud Penggunaan Harta dan Diri Ummat Islam

 

Untuk mengairi agama Allah subhanahu wata’ala, harta dan diri dikorbankan. Sebagaimana tanaman yang diairi akan tumbuh, demikian pula bila agama diairi akan tumbuh. Inilah kerja pertama ummat Islam. Di mana digunakan? Untuk meninggikan kalimah Allah subhanahu wata’ala. Untuk mengairi agama Allah subhanahu wata’ala maka harta dan diri dikorbankan. Ini adalah kerja yang sangat besar yang diberikan tanggung jawabnya atas ummat ini. Allah subhanahu wata’ala berikan asbab harta dan diri agar digunakan untuk meninggikan kalimah thayyibah. Menyebarkan kalimah, untuk meratakan kehidupan kalimah, harta dan diri dikorbankan. Menjadikan seluruh alam sebagai medan kerja. Bukan hanya untuk suku dan bangsanya saja. Tapi untuk seluruh alam. Bagaimana Allah subhanahu wata’ala disembah di seluruh permukaan bumi. Demikianlah dakwah kepada Allah subhanahu wata’ala dan usaha agama Allah subhanahu wata’ala menyebar di seluruh alam, di daratan maupun di lautan. Meninggikan kalimah Allah subhanahu wata’ala di semua tempat. Pembawa kalimah Allah subhanahu wata’ala. Mengorbankan harta dan diri untuknya. Inilah kerja paling tinggi dan paling mulia yang diberikan kepada ummat ini. Harta dan diri Allah subhanahu wata’ala berikan kepada ummat adalah untuk itu. Dan untuk usaha itulah Allah subhanahu wata’ala berikan pahala dan hadiah paling banyak. Pahala besar akan ia dapatkan.

 

Persaudaraan akan Tumbuh dengan Kehidupan Kalimah

 

Dengan kehidupan sesuai kalimah, kewajiban akan diamalkan. Perintah-perintah Allah subhanahu wata’ala akan dijalankan. Dan dengan mewujudkan pola hidup kalimah thayyibah, muasyarah dan suasana ala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan tersebar ke seluruh alam. Bentuk suasana yang beliau bawa adalah berbeda dengan yang lainnya. Dengan suasana itu akan tumbuh persaudaraan. Bila cara hidup dan muasyarah yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diusahakan, akan terwujud rasa persaudaraan di muka bumi. Baik yang kulit putih maupun kulit hitam, orang timur maupun orang barat, semuanya akan merasa sebagai hamba Allah subhanahu wata’ala dan terjalin rasa persaudaraan. Persaudaraan sesama adalah muasyarah. Yakni, bila hal itu tidak ada dalam muasyarah, yang akan datang tentu cara muasyarah orang kafir. Muasyarah itulah yang mengundang israf, kekejian, dan perpecahan. Sedangkan cara muasyarah yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, apa isinya? Di dalamnya tidak ada kekejian. Yang ada adalah rasa malu, kesederhanaan, dan persaudaraan. Tidak ada yang bisa mewujudkan persaudaraan kecuali agama. Penduduk timur dan barat akan bertemu atas dasar agama. Sebagaimana dalam haji. Bahasa juga akan bertemu. Berkumpul untuk satu kerja. Sebelum datangnya agama yang dibawa Nabi, di Madinah selalu terjadi peperangan di antara orang-orang Anshar. Setelah kedatangan beliau, permusuhan hilang. Jadilah mereka bersaudara. Tatkala muasyarah berjalan, suasana terbentuk, jadilah mereka saudara. Menjadi pembela agama.

 

Kerja Pertama adalah Menggunakan Harta dan Diri untuk Meninggikan Kalimah Allah subhanahu wata’ala

 

Amal yang pertama yang dijadikan medan pengorbanan harta dan diri adalah untuk meninggikan kalimah Allah subhanahu wata’ala. Ini adalah tanggung jawab kita. Bila asbab digunakan untuk itu, ia akan menjadi penarik keberkahan, hidayah. Setiap pemilik kalimah thayyibah mesti menggunakan dirinya untuk itu. Tidak harus kaya, yang asas adalah mengorbankan. Seseorang mengorbankan lima rupee, satu lagi mengorbankan lima puluh rupee, satu lagi mengorbankan lima puluh ribu rupee. Masing-masing berkorban sesuai dengan kedudukannya. Tetapi semuanya berkorban untuk agama.

Sebagaimana para sahabat berkorban. Ada yang menjadi buruh, lalu uang hasil kerjanya dikorbankan. Bukannya beralasan, “Saya kan miskin, bagaimana saya bisa berkorban? Tidak begitu. Mereka berpikir bahwa mesti berkorban. Sebagaimana yang lain berkorban. Mesti berkorban walaupun miskin. Seberapa pun mesti berkorban. Sebab ia adalah seorang sahabat. Padahal syariat tidak mengikat para sahabat harus mengorbankan hartanya. Meski demikian, para sahabat berkorban untuk agama. Baik yang miskin maupun yang kaya. Orang yang miskin mengorbankan jerih payahnya. Hasil jerih payahnya dibawa untuk dikorbankan. وَالَّذِينَ لاَ يَجِدُونَ إِلاَّ جُهْدَهُمْ Allah subhanahu wata’ala memuji mereka :Dan mereka yang tidak mendapatkan melainkan hasil susah payah mereka. Mendapatkan penghasilan 1 KG misalnya, ½ KG dikorbankan untuk agama, setengahnya lagi untuk keluarga. Sebab, pengorbanan untuk agama Allah subhanahu wata’ala mesti dilakukan. Dia tahu permasalahan bahwa dia miskin. Mereka bukan tidak tahu hal itu. Mereka tahu bahwa mereka miskin. Sebagai tanggung jawabnya, apa yang mesti dikorbankan? Mereka ingat permasalahan sebagaimana kita ingat. Akan tetapi, mereka memahami tanggung jawab sebagaimana kita hari ini menjadi penanggung jawab untuk urusan sia-sia. Dalam urusan pernikahan, tempat tinggal uang kita korbankan. Padahal, yang pertama bagi ummat Islam adalah menggunakan harta dan diri untuk meninggikan kalimah Allah subhanahu wata’ala.

 

Amal Kedua adalah Menggunakan Harta dan Diri untuk Ibadah

 

Amal kedua adalah menggunakan harta dan diri ummat Islam untuk apa? Menggunakan harta dan diri untuk ibadah. Supaya shalat, puasa, zakat, haji, dan ibadah lainnya wujud dalam kehidupan, harta dan diri dikorbankan. Shalat sempurna, zakat sempurna, haji sempurna beserta fadhailnya. Bukan untuk melepaskan beban. Ini adalah ibadah. Jangan melakukan untuk menurunkan beban. Bukan begitu. Tetapi gunakan waktu, gunakan harta, sebab, itu adalah ibadah.

 

Ada sebagain ibadah yang mengandung semangat. Sebagaimana semangat orang-orang untuk pergi haji dan umrah. “Saya mau pergi haji. Saya mau umrah. Pergi sepuluh kali.” karena ada semangat untuk ziarah baitullah, ziarah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Semangat yang baik. Tidak salah. Itu adalah ibadah yang mengandung semangat.

Ada juga ibadah yang tidak mengandung semangat. Seperti membayar zakat. Tidak ada semangat di dalamnya. Berapa banyak perak di rumah? Berapa banyak emas di rumah ? Berapa banyak harta perdagangan? Harta jenis apa saja yang tidak terkena zakat? Padahal ini wajib. Pergi haji itu hanya sekali seumur hidup diwajibkan. Tapi orang bersemangat untuk berangkat tiap tahun. Sedangkan zakat wajib tiap tahun, tapi orang tidak bersemangat, sehingga tidak membayar zakat. Kalaupun dibayar, tidak sepenuhnya. Atau dia bayar zakat, tetapi bukan dari semua harta yang kena zakat. Dari harta yang ini atau yang itu. Tanyalah pada ulama, nanti diberitahukan harta mana saja yang kena zakat. Inilah syariat.

 

Maksud Ilmu dan Dzikir

 

Tabligh syariah berlangsung. Mentablighkan apa? Mentablighkan syariah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yakni, bagaimana peri kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bisa berjalan. Itu yang ditablighkan. Itu akan wujud, dan wujud pada diri sendiri. Bila orang lain diusahakan, maka diri sendiri pun usahakan juga.

Agar harta dan diri ummat Islam digunakan untuk amalan wajib dan ibadah, untuk itulah ilmu dan dzikir. Bartanya dan bertanyalah, lalu gunakan. Sedangkan dzikir adalah agar pikiran hadir. Sudah dipahami. Maka, sekarang hadirkan pikiran. Yang disebut dzikir adalah hadirnya pikiran. Sedangkan yang disebut ilmu adalah meneliti. Meneliti, apa hak yang menjadi kewajibanku. Mengetahui hak setelah meneliti itulah ilmu.

Karena itulah para ulama menyampaikan bahwa target ilmu adalah meneliti hak. Ilmu dan dzikir adalah untuk meneliti hak, apa hak Allah subhanahu wata’ala? Apa hak hamba Allah subhanahu wata’ala? Bila sudah mengetahui hal ini, berarti menjadi orang yang berilmu. Lalu dengan menghadirkan pikiran, jadilah orang yang beriman. Bila tidak, jadilah agama semangat. Kalau untuk pergi haji, lima puluh kali pun bisa. Tetapi zakat, berapa yang diberikan? Ini satu contoh. Apakah haji diwajibkan lima puluh kali? Tidak. Sedangkan zakat, bila seseorang kaya hidup selama lima puluh tahun maka zakat wajib pada tiap tahunnya. Begitu juga puasa untuk lima puluh tahun. Inilah hukum. Disampaikan bahwa harta dan diri ummat Islam digunakan untuk meninggikan kalimah Allah subhanahu wata’ala, untuk menunaikan kewajiban dan perintah-perintah. Inilah penggunaan yang benar. Dan ketiga, untuk apa harta dan diri ummat?

 

Harta dan Diri adalah untuk Menyantuni

 

Amal ketiga, harta dan diri ummat Islam digunakan untuk akhlak dan berbuat kebajikan. Bila menemui seorang kelaparan, ajak untuk makan di rumah. Apakah dia orang muslim? Tidak. Bukan seorang muslim. Tetapi ia kelaparan. Maka ajak untuk makan di rumah. Inilah ihsan, berbuat kebjikan. Berbuat kebajikan kepada makhluk Allah subhanahu wata’ala. Baik muslim maupun bukan. Apa yang mau kita ambil? Tidak ambil apa pun. Ada orang kelaparan datang, orang kehausan datang, orang sedang membutuhkan datang. Ada yang dari kalangan sendiri, ada kalanya dari kalangan lain. Ada kalanya orang muslim, ada kalanya non muslim. Mengorbankan harta untuk mereka itulah ihsan. Harta dan diri ummat Islam digunakan untuk berbuat ihsan. Berbuat baik kepada makhluk. Seberapa banyak pun.

Dalam hadits diperintahkan, “Bila kalian memasak sayur, perbanyaklah kuahnya dan kirimkanlah kepada para tetangga.” Bila kuah banyak, maka akan bisa mengrim kepada para tetangga. Inilah ihsan. Walaupun tetangga itu Yahudi. Bila bertetangga dengan orang Yahudi, maka kirimkanlah juga untuk mereka. Memang tidak beriman kepada Allah subhanahu wata’ala, tetapi ia adalah tetangga, maka berilah ia. Karena ia adalah tetangga, maka ia mempunyai hak atas kita untuk mendapatkan kebaikan kita. Ini yang diajarkan kepada kita, kita mesti menggunakan sebagain harta kita untuk berbuat kebajikan padanya. Sampaikan kebaikan kepadanya.

Ummat Islam diajar untuk menggunakan harta dan dirinya untuk berakhlak dan berbuat kebajikan. Inilah muasyarah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam suasana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan ada rasa kasih sayang. Sebab, ihsan akan menumbuhkan kasih sayang. Bila tetangga dirugikan, tentu ia akan menjadi musuh. Sedang bila ihsan yang dilakukan, kasih sayang yang akan tumbuh.

 

Kita Kehilangan Muasyarah dan Suasana Kita

 

Muasyarah dan suasana yang diajarkan dan disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, akan tumbuh kasih sayang di dalamnya. Sayang sekali, kita sudah kehilangan muasyarah dan suasana kita. Karena kebodohan kita terhadap agama, kita tidak mengetahui agama kita sendiri. Kita tidak memiliki muasyarah kita sendiri. Kita bahkan hidup dalam muasyarah orang non muslim. Maka, dalam hidup kita yang timbul adalah israf, bukan ihsan. Padahal, mestinya maksud kita adalah agama. Harta dan diri digunakan untuknya, digunakan untuk berbuat ihsan. Dan ihsan itu tidak ada batasnya. Banyak maupun sedikit, semuanya. Menunjukkan jalan juga ihsan. Sebab, agama adalah rahmat.

 

Amal yang Keempat adalah Menggunakan Harta dan Diri untuk keperluan Sendiri

 

Hadirin yang mulia,

Amalan keempat sebagai tempat harta dan diri ummat Islam digunakan adalah untuk keperluan pokok dan hajat tambahan kita. Kita gunakan harta dan diri kita untuk keperluan dan hajat kita. Kita berdagang, kita bertani, kita bekerja sebagai karyawan. Yakni, kita penuhi keperluan kita sendiri. Kita mencari nafkah. Bila tidak, kita akan berhajat kepada orang lain dan menjadi beban bagi mereka. Orang akan memberi saya. Saya kan sibuk usaha agama.

Ini adalah satu kesalahan. Janganlah kalian melakukan usaha agama dengan menjadi beban bagi orang lain. Ini adalah petunjuk Khalifah Umar, “Kalian melakukan usaha agama dengan menjadi beban bagi orang lain. Siapa tahu ada yang memberi. Lalu beranggapan bahwa itu adalah karunia Allah subhanahu wata’ala. Tidak! Carilah nafkah sendiri dan guanakan untuk hajat kalian.”

 

Kejadian Seorang Sahabat Muda

 

Seorang muda datang kepada Khalifah Umar dan berkata, “Aku akan pergi berjihad di jalan Allah subhanahu wata’ala. Tolong berikan sesuatu padaku.” Beliau pun memanggil seorang sahabat Anshar dan bertanya, “Apakah ada lowongan pekerjaan di kebunmu?” “Ya, ada.” “Bawa dia.” Dia pekerjakan orang itu di kebunnya. Setelah beberapa masa berlalu, Khalifah Umar bertanya kepada orang Anshar itu, “Orang yang aku serahkan padamu dulu bagaimana kabarnya?” “Dia baik-baik saja. Dia sedang bekerja.” “Bawa dia.” Orang Anshar itu membawanya beserta sebuah bungkusan. “Ini orang yang engkau kirimkan. Dan ini adalah upahnya untuk kerjanya di rumahku.” Khalifah Umar menerima kantong itu dan menyerahkannya kepada orang tersebut. “Ambillah. Ini uangmu. Kalau mau, pergilah ke jalan Allah subhanahu wata’ala. Kalau mau, pulanglah ke rumah.”

Khalifah Umar mengajarkan kepada kita untuk memenuhi keperluan kita sendiri dan memperjuangkan agama Allah subhanahu wata’ala. Beliau tidak mengajarkan supaya meminta-minta. Inilah jalan para sahabat. Mereka gunakan harta untuk keperluan mereka sendiri. Dan mereka gunakan juga untuk usaha nafkah mereka. Untuk mencari nafkah, mereka gunakan juga waktu mereka.

Dari situlah mereka mendapatkan pertolongan. Mereka bekerja lalu digunakan untuk perjuangan agama. Sehingga mereka menjadi tauladan. Seorang itu adalah sebagai pedagang, juga ahli tabligh. Pedagang, juga pekerja agama Allah subhanahu wata’ala. Kalau tidak begitu, orang akan angkat tangan dan berkata, “Kami tidak bisa meniru. Dia kan tidak punya pekerjaan apa-apa, sedangkan saya punya pekerjaan.”

 

Kita Diajar Tertib

 

Hadirin yang mulia

Inilah aturan penggunaan harta dan diri ummat Islam. Pertama adalah untuk meninggikan kalimah Allah subhanahu wata’ala, kedua untuk ibadah, ketiga untuk berbuat ihsan kepada makhluk Allah subhanahu wata’ala, keempat untuk memenuhi keperluan dan hajat. Maka kita duduk di toko juga duduk dalam halaqah taklim. Kita di toko adalah untuk memenuhi keperluan kita sendiri dan untuk kerja agama Allah subhanahu wata’ala. Bila tidak, kita akan bergantung pada manusia. Terpaksa meminta. Sedangkan meminta itu haram. Orang akan tamak, dan keyakinan akan rusak. Karena itulah, orang yang menggunakan harta dan diri sendiri akan senantiasa terbentuk keyakinannya. Ketaqwaan juga akan terbentuk. Bila tidak, akan tamak. Berharap pemberian orang. Dan bila ia sudah menjadi ahli iman dan taqwa, kalaupun ada yang memberi maka tidak akan ia gunakan untuk kesenangannya. Ia akan gunakan untuk agama Allah subhanahu wata’ala. “Untuk inilah Allah subhanahu wata’ala memberi saya.”

 

Nasehat Hadratji

 

Hadratji mengatakan, “Bila dunia datan biarkan datang. Tetapi jangan sampai muasyarah kita berubah. Tetap dengan kesederhanaan. Sehingga dunia yang datang adalah untuk meningkatkan pengorbanan kita. Bukannya untuk memperbesar rumah, bukan. Tetapi untuk meningkatkan pengorbanan.

 

Satu Pelajaran Hidup

 

Hadirin yang mulia

Amal dakwah yang diberika kepada kita adalah amal yang sangat besar. Kehidupan para sahabat perlu kita pahami dengan perhatian secara mendalam. Pahami dengan benar, lalu gunakan harta dan diri dengan cara itu. Kemudian lihatlah hasil apa yang akan Allah subhanahu wata’ala berikan. وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا Dan mereka yang bersusah payah di jalan Kami, tentu akan Kami tunjukkan pada mereka jalan (pahala surga dan kedekatan kepada) Kami . Yakni, mereka yang berusaha dan bersusah payah untuk Allah subhanahu wata’ala, tentu Allah subhanahu wata’ala akan tunjukkan jalan hidayahNya. Yang pertama, dia sendiri akan mendapatkan hidayah. Dan dengannnya, orang akan mendapatkan hidayah juga. Orang akan meninggalkan kehidupannya yang salah. Orang akan meninggalkan kebatilan, menuju kebenaran. Hidayah memiliki kekuatan yang sangat besar. Ia akan memutuskan kebatilan hati manusia. Akan menjadi pembela kebenaran. Dan orang seperti ini akan Allah subhanahu wata’ala berikan kekuatan sangat besar padanya. Yakni mereka yang menggunakan kelebihan dirinya untuk agama. Ini terwujud dengan usaha para sahabat. Mereka mendapatkan pekerjaan besar dari Allah subhanahu wata’ala. Ini bukan hanya untuk empat atau enam bulan. Ini bukan perkara empat atau enam bulan. Ini adalah satu pelajaran dalam kehidupan. Harus kita pelajari. Harus kita pahamkan. Kita terus belajar dan berusaha memahami sambil berjalan ke seluruh penjuru dunia. Pahami dengan baik. Kerjakan. Niatlah untuk menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia. Orang yang Allah subhanahu wata’ala sukai kemajuannya akan Allah subhanahu wata’ala gunakan ia. Orang yang Allah subhanahu wata’ala terima niatnya, pengorbanannya, amalnya, akan Allah subhanahu wata’ala guanakan dan Allah subhanahu wata’ala sertakan pertolonganNya bersamanya. Kerja hanya akan berjalan dengan bantuan Allah subhanahu wata’ala. Dan orang akan berhak mendapatkan pertolonganNya sebab sifat dan pengorbanannya. Allah subhanahu wata’ala akan menolongnya dan menurunkan hidayah dengan doanya.

 

Atas Usaha dengan Cara yang Benar Hubungan akan Tumbuh

 

Hadirin yang mulia

Sekali mesti kita pahami dengan baik, selanjutnya akan mudah semua. Ini kerja yang sangat bagus, kerjakan. Lalu? Pulang ke rumah setelah menyelesaikan masa sebentar, meninggalkan sebagian, merusak sebagian. Bukan begitu. Ini urusan pengorbanan jiwa. Maka barulah Allah subhanahu wata’ala akan memberikan hubungan yang kuat denganNya. Maka, ia tidak akan meninggalkan kerja ini. Usaha besar. Ada tarikan besar di dalamnya. Siapa yang sudah masuk ke dalamnya tidak akan meninggalkannya.

Seperti Sahabat Bilal, ditindih dadanya dengan batu, apakah ia tinggalkan tauhid? Tidak. Bagaimana bisa meninggalkan tauhid. Allah subhanahu wata’ala adalah yang Maha Tunggal. Walaupun batu ditindihkan di atas dada, iman tetap menancap di dalam hatinya. Bagaimana bisa keluar? Ia sudah menancap di dalam. Manisnya sudah dirasakan. Maka kegembiraan datang setelah beramal. Pada saat sendiri ia selalu berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala. Dengan doa orang seperti ini Allah subhanahu wata’ala memutuskan turunnya hidayah. Inilah orang-orang ahli korban. Manusia tidak mengenalnya. Ia tidak terkenal di kalangan manusia. Ia terkenal di sisi Allah subhanahu wata’ala. Orang meremehkannya, tetapi ia bernilai di sisi Allah subhanahu wata’ala.

Di dalam hadits diterangkan bahwa ada hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala yang diremehkan manusia, tetapi tinggi derajatnya di sisi Allah subhanahu wata’ala. Dengan pengorbanan dan usahanya, terbentuklah batinnya.

 

Tasykil

 

Silakan niat untuk mengamalkannya. Allah subhanahu wata’ala memberikan kelebihan pada setiap orang. Tidak mungkin seseorang itu tidak ada gunanya. Semuanya yang duduk di sini, semua manusia yang Allah subhanahu wata’ala ciptakan diberi kelebihan. Banyak kelebihan tersimpan di dalam dirinya. Bila digunakan, banyak kerja besar bisa diselesaikan untuk agama, untuk Allah subhanahu wata’ala. Dengan syarat menggunakan dirinya. Menahan kesusahan. Lalu datanglah penerimaan dari Allah subhanahu wata’ala. Lalu akan datang kemudahan-kemudahan.

 

Silakan niat, untuk menggunakan umur dalam kerja ini, pergi ke seluruh alam. Allah subhanahu wata’ala akan berangkatkan. Berangkat ke seluruh penjuru dunia. Allah subhanahu wata’ala yang memberangkatkan. Bukan asbab yang memberangkatkan. Siapa siap?

 

 

Tinggalkan sebuah Komentar »

Belum ada komentar.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.