Buyaathaillah's Blog

Kristiani : Kristenisasi menyerang Islam

Lalu fitnah apa yang telah dilontarkan Kristen kepada Muhammad SAW. Jawabannya

a. Rasulullah menikahi gadis dibawah umur,
Tanggapan : Menurut Ibn Hajar, “Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun… Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah ” (Al-isabah fi tamyizi’l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).

Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.

KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.

Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab karahiyati’l-isti`anah fi’l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: “ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar. Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Ghazwi’l-nisa’ wa qitalihinnama`a’lrijal): “Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].”

Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud and Badr.

Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): “Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb.”

Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 years akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perangm, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud
Quote:

KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.

Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepada nya ttg pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: “Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi bertanya ttg identitas gadis tsb (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah.

Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun. Kata yang tepat untuk gadis belia yangmasih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaiaman kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin”. Oleh karean itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).

Quote:
Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah “wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan.” Oleh karean itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.

Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan.

Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan.

Adalah tidak terbayangkan bahwa AbuBakr, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras ttg persetujuan pernikahan gadis 7 tahun

(anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun.

Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.

Quote:
KESIMPULAN: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami ttg klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karean itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.

Jadi Rasulullah bukanlah Phedofil… Kristen sangat pandai mereka mengambil hadist yang tidak shahih….

b. Rasulullah meninggal di racun
Tanggapan ayat tersebut (69:44-47), menegaskan bahwa Alqur’an itu adalah benar-benar wahyu Allah, bukan sebuah syair, dan bukan pula perkataan tukang tenung (sihir), apalagi perkataan nabi Muhammad sendiri.

Dalil itu menjadi penegasan buat beliau (Muhammad SAW), bahwa dirinya tidak punya kuasa untuk menambah, mengurangi, maupun mengubah kandungan risalah Allah SWT selain mengikuti dan menyampaikan apa yang telah diwahyukan kepadanya.

” …dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). “(QS.53: 3-4)

Bahwa yang menjadi azbabun nuzul ayat tersebut juga diterangkan dalam tafsir Ibnu Katsir, disitu dijelaskan bahwa, orang-orang musyrik tidak percaya bahwa kitab yang datang kepada Muhammad itu adalah datangnya dari Allah.

Nabi SAW bersabda: Seandainya saya berdusta atas-Nya, niscaya Dia akan mengutukku sebagaimana firman Allah: (Lebih detailnya adalah sebagai berikut, dimulai dari ayat 38 hingga ayat 52.)

Surah Al-Haqqah:

38. Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat.
39. Dan dengan apa yang tidak kamu lihat.
40. Sesungguhnya Al Quran itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia,
41. dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya.
42. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya.
43. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam.
44. Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami,
45. niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya.
46. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.
47. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu.
48. Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
49. Dan sesungguhnya Kami benar-benar mengetahui bahwa di antara kamu ada orang yang mendustakan(nya).
50. Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar menjadi penyesalan bagi orang-orang kafir (di akhirat).
51. Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar kebenaran yang diyakini.
52. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar.

Pada riwayat lain, tatkala Nabi SAW menerima usul dari seorang ketua musryikin Quraisy supaya beliau menukar bunyi ayat-ayat Alqur’an, lalu Allah menurunkan firmanNya kepada beliau yang berbunyi:

Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: “Datangkanlah Al Quran yang lain dari ini atau gantilah dia”. Katakanlah: “Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)”. (Yunus: 15)

Dengan ayat-ayat tersebut, jelaslah bahwa Nabi SAW tidak pernah mengatakan apa yang tidak diwahyukan oleh Allah. Jadi, apa-apa yang beliau katakan (bacakan) kepada para pengikutnya itu sekali-kali bukan dari kemauan beliau sendiri, tetapi wahyu dari Allah semata. Dan jika Nabi SAW membuat perkataan-perkatan yang dilakukan atas nama Allah, niscaya Allah memurkai beliau dan sudah tentu pada waktu itu juga beliau dipotong urat leher atau urat jantungnya hingga mati dalam kebinasaan.

Sampai detik ini bahkan hingga akhir zaman nanti, tidak ada yang bisa membuktikan Muhammad bukan seorang Nabi, kecuali hanya berdasarkan pada asumsi, kedengkian serta kebenciannya atas kebenaran Islam sebagai jalan jalan yang lurus.

Sebaliknya, sampai detik ini bahkan hingga akhir zaman nanti, sosok seorang Isa Al-Masih/Yesus, hanyalah sosok yang kontroversial di kalangan umat Kristen itu sendiri, apakah ia seorang Tuhan atau hanyalah seorang hamba saja. Dan turunnya ia di akhir zaman nanti, adalah sebagai penjelasan kepada mereka bahwa umat yang menuhankannya selama ini telah keliru, ditipu Paulus, dan melestarikan kebodohan itu sejak 2000 tahun lalu.

Adapun perihal makanan beracun dengan merujuk pada Tabaqat Ibn Sa’d halaman 249 yang mana tuduhan anda mengatakan “Muhammad nabi Palsu karena mati akibat diracuni wanita Yahudi”, adalah juga tuduhan yang mengada-ngada dan sangat sarat dengan kebencian ajaran anda akan Islam sebagai agama yang diridhai oleh Tuhan Semesta Alam.

Dan riwayat yang dikutip tersebut–oleh penuduh– tidak dicantumkan secara lengkap dimana ia hanya mengutipnya pada bagian-bagian kalimat yang tertentu saja. Bahwa dari kejadian tersebut, Nabi SAW memang benar-benar TERBUKTI sebagai SEORANG NABI, yakni, Rasulullah SAW tahu bahwa daging tersebut disusupi racun.

“Sesungguhnya, tulang daging ini memberitahukan kepadaku bahwa ia beracun.”

Cerita ini agak panjang, tapi ringkasnya adalah wanita yang mencoba menyusupi racun tersebut, yakni Zainab binti Harits (Istri Sallam bin Misykam-pahlawan kaum yahudi yang mati dibunuh oleh tentara kaum muslimin) akhirnya masuk Islam karena kebenaran tersebut. Ia (Zainab binti Harits) berkata dalam pengakuannya;

“Sayalah yang melakukan itu, sebab aku ingin tahu apakah kamu benar-benar seorang nabi, yang jika memang benar maka racun ini tidak akan mengganggumu, dan jika kamu ternyata seorang nabi palsu, maka aku akan dapat membebaskan masyarakat dari dirimu.” (Cuma sampai disini yang anda kutip),

Berikut lanjutannya:

“…Dan ternyata MEMANG BENAR engkau seorang nabi, daging tersebut memberi kabar kepadamu bahwa ia beracun, maka dengarlah bahwa saya bersaksi ‘Tiada Tuhan Selain Allah, dan Engkau Muhammad benar-benar utusan Tuhan”. Zainab binti Harist pun masuk Islam karena kebenaran itu dan juga berdasarkan kemauannya sendiri.

Secara logika:

Racun yang dibubuhi termasuk sangat ganas, terbukti sahabat nabi, Bisyr ibnul Barra bin Ma’ruf yang ikut makan pada waktu itu, meninggal seketika. Sedangkan nabi SAW tidak jadi memakannya, malah memuntahkannya kembali. Bahkan dalam kitab tarikh, Umar r.a berkata kepada beliau:

“Demi ibu-bapakku wahai Rasul! Sungguh, andaikan Isa putra Maryam telah dikarunai oleh Allah kemampuan untuk dapat menghidupkan kembali orang mati, namun apakah hal itu lebih menakjubkan ketimbang DAGING KAMBING YANG DIRACUNI dan telah digoreng, KETIKA IA BERBICARA DENGANMU LEWAT PAHANYA, “JANGANLAH ENGKAU MEMAKANKU, KARENA AKU BERACUN!”

Selain itu beliau juga masih tetap berdakwah seperti biasanya ± empat tahun lamanya (628 M/ 7 H – 632 M /9 H ) pasca percobaan peracunan makanan beliau oleh wanita Yahudi tersebut. Apakah masuk akal jika beliau wafat karena racun tersebut yang jangkanya terpaut empat tahun lamanya?

Oleh Surya Yaya dari faithfreedom.muslim-menjawab.com

c. Rasulullah Nabi yang suka berperang
Tanggapan :

Pertama: Rasulullah Saw bukan negarawan yang tamak kekuasaan, suka mengintervensi kebijakan politik dalam dan luar pemerintahan-pemerintahan dunia dan tidak gemar memamerkan kekuatan militer untuk menundukkan pemerintahan yang tidak seaqidah atau sealiran.

Kedua: surat-surat kenegaraan Rasulullah Saw tidak dapat dipisahkan dari misi utamanya memenangkan syariat Islam dengan mendakwahkan Islam ke pemimpin-pemimpin dunia sehingga agama terakhir ini membumi dan mendunia.

Ketiga: yang menolak dakwah surat-surat tersebut urusannya dikembalikan kepada Allah SWT dengan mendoakan kehancurannya dan tidak dihakimi sendiri dengan invasi militer. Sikap kenegaraan ini kilauan percikan dari mutiara maknawi QS. Al-Kafirun.
Keempat: Tema sentral surat itu berorientasi ukhrawi. Semuanya diajak mengesakan Allah SWT, meninggalkan kebiasaan buruk yang menuhankan sesama dan mengislamkan diri demi meraih keselamatan dunia akhirat.

Kelima: Kekuatan maknawi surat-surat itu lahir dari tema sentral yang dipancarkan kalimat-kalimatnya dan stempel kenabian yang menyuarakan kerasulan Muhammad Saw untuk semesta alam. Semua pemimpin dunia terlihat sama di bawah kekuatan maknawi ini dan wajib tunduk mengislamkan diri mereka. Yang demikian itu karena Allah SWT sendiri yang mengajak dan Rasul-Nya menyuarakannya dalam bentuk bahasa kenegaraan.

Keenam: yang punya akal sehat dari mereka siap menanggalkan kesombongan dan keangkuhan tahta singgasana karena tersentuh dengan kekuatan maknawi tersebut. Tetapi yang picik dan takut kehilangan mahkota kerajaan rela menjual akhirat demi menjaga kekuasaan semu mereka. Olehnya itu, yang membangkang dari mereka dihancurkan kerajaannya sebagai bukti kuat dari kebenaran kekuatan maknawi surat-surat tersebut.

Ketujuh: jika kita melihat lebih jauh lagi dan mencermati stempel kenabian Rasulullah Saw yang membumbui setiap surat, kita akan melihat peringai rendah dirinya yang mulia. Muhammad negarawan teragung sepanjang zaman ditempatkan di baris paling bawah, kemudian kerasulannya dan tulisan Allah ditulis di baris paling atas. Penyusunan ini seperti memesankan makna kehambaan yang tinggi. Ia seperti berpesan: “yang perlu Anda takuti Allah yang Maha Kuasa, zat yang paling tinggi, raja segala raja dan pemegang mutlak kekuasaan-kekuasaan semu Anda. Wahai raja-raja dunia! Aku tidak takut kepada Anda sekalian karena yang menugaskan aku dalam misi kenegaraan ini adalah Allah SWT, Tuhan semesta alam.”

Islam menjamin kemerdekaan pemeluk agama lain menjalankan Agamanya.. Tidak ada larangan berteman sama non musilm

Tinggalkan sebuah Komentar »

Belum ada komentar.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.