Buyaathaillah's Blog

Bayan Masyeikh Maulana Ibrahim Dawla : Kesuksesan Hidup di Dunia dalam Agama

KESUKSESAN DUNIA DALAM AGAMA

Bayan Maulana Ibrahim

 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ أَمَّا بَعْدُ

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ () نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ () نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ() وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Hadirin yang mulia, saudara hendaknya duduk tawajjuh, dengarkan dengan sempurna. Dengar dengan kepahaman. Jangan samapai sambil tidur, akhirnya tidak tahu apa yang disampaikan, apa yang dipahami. Jangan sampai menjadikan duduk menganggur sebagai tujuan. Duduk itu bukan maksud. Kita duduk berkumpul dengan satu maksud. Bila maksud di depan mata, maka dia akan jalani dengan selalu menyertakan maksudnya. Orang yang tidak menghadirkan maksud maka dia akan sambil tiduran atau bagaimana saja. Seperti orang yang hanya melek, kemudian tidur. Tidak ada maksud hidup yang jelas. Mengapa Allah I ciptakan saya, untuk apa saya hidup. Tiduran saja. Allah I tidak suka seperti ini. Usahakan untuk paham. Pahami dengan baik, lalu setiap orang hendaknya memikirkan dirinya sendiri, apa yang harus saya lakukan. Maka setiap orang membuat keputusan. Yang membuat keputusan, akan mudah mendapat pertolongan. Yang tidak memutuskan apa-apa, bagaimana akan ditolong? Maka hendaknya setiap orang membuat keputusan. Setiap orang niat bahwa saya akan mengamalkan agama. Mengikuti apa? Mengikuti agama. Saat ini kebanyakan mengikuti nafsu. Bukan hukum yang mengendalikan, tetapi nafsu. Bahkan hukum pun tidak tahu. Apa hukum Allah I tidak tahu. Nafsu yang mengendalikan. Untuk keluar dari nafsu dan masuk ke dalam hukum adalah tanggung jawab setiap orang sebelum mati. Di sini adalah tempat untuk hidup bukan sesuai nafsu, tapi sesuai hukum. Karena itu, siapkan diri msng-msng. Maka dengarkan dengan sempurna. Pahami dengan sempurna. Jangan semau nafsu. Tatkala nafsu pingin keluar langsung keluar ke jalan. Waktu nafsu sudah mau masuk, baru masuk lagi ke dalam. Sampai tidak tahu kenapa di sini mengapa datang ke sini. Hendaknya setiap orang risau dengan maksudnya. Semua sedia?…….

Saudaraku,

Allah I meletakkan kebahagiaan manusia hanya dalam menjalankan hukum-hukumnya, dan tidak dalam sesuatu yang lain. Ini sudah ketentuan pasti dari Allah I. Dan untuk itulah manusia diciptakan. Buka untuk makan. Bukan untuk mencari penghasilan. Dan ini adalah tanggung jawab kita. Belajar, mendengar, mengamalkan. Demikian juga usaha atas hukum tersebut adalah tanggung jawab kita. Ini sudah lama dilupakan. Begitu parahnya kita lupa. Bukan seperti umumnya orang lupa. Tatkala dia ingat kalau kelupaan barang, tertinggal langsung kembali lagi untuk mencari. Kita ini kelupaannya sampai kita sendiri tidak merasa memiliki. Begini inilah keadaan ummat Islam. Begitu parah kelupaan pada agamanya. Diingatkan pun susah. Padahal, tatkala seseorang meninggal dunia maka yang ditanyakan adalah agamanya. “Apa agamamu?” Bukannya ditanyakan, “Apa pekerjaanmu? Apakah kamu seorang pesuruh? … Apakah kamu seorang gubernur?… Apakah kamu seorang tuan tanah?” Apakah itu akan ditanyakan? Tidak. Kenapa tidak ditanyakan? Karena memang bukan untuk itu diutus ke dunia. Seandainya untuk itu diciptakan tentunya semuanya mesti menjadi gubernur. Kaya, miskin. Bukan untuk itu diciptakan. Apakah orang bisa memilih menjadi kaya atau miskin? Seorang yang miskin bisa merubah dirinya sendiri menjadi kaya? Tidak, itu bukan dalam kemampuannya. Kalalu bukan dalam kemampuannya tidak mungkin ditanyakan. Bisa memahami tidak? Apa yang akan ditanyakan setelah mati nanti?

Dalam hadits dijelaskan bahwa yang akan ditanyakan adalah: “Siapa Rabbmu?… Apa agamamu?… Apa yang kau ketahui tentang Muhammad?” Yang ditanyakan apanya? Kalau seseorang diutus untuk beli obat tentu yang ditanya adalah tentang obatnya, “Dapat gak obatnya?” Kalau orang disuruh beli roti juga begitu pertanyaannya. Tidak ditanya tentang bagaimana pengadilan atau yang lainnya. Karena kita diciptakan untuk agama, kita akan ditanya tentang agama. Kalau yang tidak punya agama ya tidak bisa diingatkan lagi tentang agama. Makanya kita keluar agar kita ingat agama kita. Agar kita ingat iman kita. Ini sesuatu yang sangat perlu dipikirkan. Saya bukannya berceramah. Kita sudah terlalu parah lupanya. Apa akibatnya? Yang mestinya tidak dilakukan malah dibuat. Yang diperintahkan malah tidak dijalankan. Lihat, hidup berlebihan dilakukan, tetapi sedekah tidak dijalankan. Dan ini dalam berbagai bidang seperti ini. Kita diperintahkan untuk menimbang dl menjual. Dan diperintahkan juga untuk menyempurnakan timbangan. Ini wajib. Tetapi, bagaimana prakteknya? Kenapa begini? Karena sudah lupa pd agama. Sampai tidak tahu apa yang Allah dan RasulNya sampaikan. Karena jauhnya dari agama, berbagai permasalahan yang salah terjadi. Maka perbaiki hubungan dengan Allah. Jadikan diri kita masing-masing benar. Sibuk memperbaiki diri. Ingat ini. Terkadang sibuk memperbaiki rumah. Bukan dilarang, tetapi pikirkan perbaikan diri terlebih dahulu. Bukannya mobil dulu diperbaiki. Diri dulu diperbaiki, baru mobilnya. Sebab, diri kita sendirilah yang perlu diutamakan. Ini perlu diingatkan. Untuk apa saya lahir? Kenapa saya diciptakan? Apa tanggung jawab ummat Islam? Apa hak seorang muslim atas dirinya sendiri? Apa hak diri saya atas diri saya? Apa hak diri anda atas anda? Coba beri tahukan. Tahu tidak? Apa yang Allah tetapkan atas diri kita msng-msng. Merasa lapar, makan. Merasa haus, minum. Ini keperluan. Kita sudah memahami. Tetapi apa hak diri kita atas kita? Kalau hanya keperluan, hewan pun juga punya keperluan dan mereka mengerti keperluannya serta bagaimana memenuhinya. Anjing lapar akan mencari makanan untuk memenuhi keperluannya. Kita keluar pagi-pagi di jalan akan kita temui anjing di sana. Apa yang dilakukannya? Memenuhi keperluan. Kalau manusia hanya tahu keperluannya bagaimana ini? Dia tidak tahu apa yang Allah I tetapkan sebagai hak dirinya. Karena itulah Allah I berfirman dengan sumpah وَالْعَصْرِ () إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ Allah I bersumpah bahwa semua manusia dalam kerugian, menuju kerugian. Bagaimana tidak rugi bila dia tidak mengetahui apa hak dirinya atasnya? Saudaraku, hak tiap orang atas dirinya sendiri adalah bagaimana dia selamatkan dirinya dari neraka. Inilah haknya. Bila tidak mengetahui maka bisa saja dia bawa dirinya sendiri ke neraka. Tubuh digunakan untuk mencari pendapatan tetapi dibawa ke neraka. Dibawa ke mana? Ke neraka. Apa hak diri yang Allah tetapkan atas diri kita? Sebab kita ini makhluk Allah I. Siapa kita? Makhluk Allah I. Kita ini bukan bebas. Maka Allah I mempunya hak atas kita. Dan diri kita pun mempunyai hak atas kita. Allah I telah tetapkan hak diri atas kita, apa itu? Selamatkan diri dari neraka.
قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Selamatkan diri kalian dan keluarga kalian dari neraka. Dari apa? Dari neraka? Sebab tempat nanti hanya dua. Dan kita harus ke salah satunya, surga selamanya atau neraka selamanya. Maka perintahnya adalah selamatkan diri kalian dari neraka. Dan ini bukan dengan semau kita, seperti kita datang ke masjid begini, bisa milih masuk bisa juga tidak. Bukan begitu. Pasti masuk di salah satunya. Apakah menjadi penghuni surga ataukah penghuni neraka, na’udzu billah.Ini pasti ini, betul-betul pasti. Ini bukan dibuat-buat untuk menakut-nakuti. Ini bukan sekedar ancaman kosong. مَا بَعْدَ المْوَتِ دَارٌ اِلَّا الجَنَّة اَو النَّار

Setelah kematian tidak ada tempat tinggal selain surga atau neraka. Dan tidak akan bias kembali lagi. Harus pergi ke surga atau neraka. Tidak bias semau kita. Maka penting sekali, kita jaga diri kita dari apa? Dari neraka. Kita jaga anak-anak kita dari apa? Dari neraka. Orang biasanya susah payah menjaga anak-anaknya dari kelaparan. “Bagaimana pun keadaannya jangan sampai anak saya kelaparan dan kehausan.” Tidak mengapa, tetapi sudahkah mengusahakan agar anak selamat dari neraka? Kalau anak kaya raya dan tidak beragama, apa jadinya? Apa yang didapat? Tidak mendapatkan apa-apa. Nabi Ya’qub AS., cucu Nabi Ibrahim AS, saat menjelang kematian apa yang beliau ucapkan?

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Beliau panggil anak-anaknya, dua belas orang. Keluarga besar. Beliau tidak bertanya,”Setelah meninggalku, apa yang akan kalian kerjakan?” Yang beliau tanyakan adalah, “Kepada siapa kalian menyembah setelah meninggalku?” Ini adalah dakwah. Beliau bertanya, siapa yang akan kalian sembah setalah kematianku? Bagaimana kalian menjalani hidup setelahku? “Kami menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu Ibrahim, Ismail dan Ishaq.”

Itu perintah Allah. “Jagalah dirimu dan keluargamu dari neraka.” Dari apa? Dari neraka. Tapi ummat telah lupa pada tugas ini. Demikian parah lupanya sehingga seperti orang mabuk. Orang mabuk, bagaimana bisa paham? Walaupun disampaikan dalil-dalil, tidak akan paham. Apa bisa memahamkan orang mabuk? Semoga Allah I selamatkan kita.

Rasulullah r sampaikan bahwa kalian berada dalam tuntunan yang sangat jelas dan nyata dari Rabb kalian. Sehingga bisa menjalankan perintah dengan mudah dan meninggalkan larangan. Tapi akan tiba suatu masa manusia menderita mabuk. Dengarkan dengan baik, semoga Allah I selamatkan kita. Dan mabuk itu bukan sekedar satu mabuk, tetapi dua mabuk. Ini sabda Nabi, bukan perkataan siapa-siapa. Hanya sabda beliau yang berlaku, perkataan yang lain tidak jalan. Karena dua mabuk itu, maka yang diperintahkan tidak dijalankan, sedangkan yang tidak diperintahkan malah dikerjakan. Seperti orang mabuk, berjalannya melayang-layang tidak menentu. Tidak bisa berjalan lurus. Otaknya tidak berjalan. Dan kalau pun berbicara, maka pembicaraan yang aneh. Itu beliau beritakan. Dua kemabukan. Karena dua kemabukan itu, maka yang diperintahkan tidak dijalankan, sedangkan yang tidak diperintahkan malah dikerjakan. Ini beliau telah beri tahukan kepada kita. Dan ini sudah banyak terjadi. Ada suara adzan maka perintahnya adalah shalat. Tetapi bukannya pergi shalat malah ke tempat kerja. Padahal ini ketentuan dari langit. Malah ke tempat kerja. Dia katakan, “Ini jam kerja… Ini waktunya ngantor.” Padahal waktu shalat ini ketentuan dari mana? Dari langit. Kita tidak membuat program. Bukan Nabi yang membuat program, tetapi beliau diberi tahu. Setelah menerima perintah shalat dalam Mi’raj, Jibril AS datang kepada Rasulullah r pada awal waktu Shubuh dan shalat bersama Rasulullah. Keesokan harinya beliau datang di akhir waktu Shubuh, menjelang matahari terbit. Demikian juga waktu-waktu shalat lainnya. Kemudian beliau berkata, “Wahai Rasulullah, inilah waktu-waktu shalat untuk ummatmu.” Dari mana Jibril AS mendapatkan itu? Dari Allah. Maka bila waktu shalat tiba, tidak ada pekerjaan lain di dalamnya. Sebab sudah ditetapkan bahwa itu adalah waktu untuk shalat.

إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Shalat adalah kewajiban atas orang mukmin yang telah ditetapkan bersama waktunya. Waktu telah ditetapkan. Diberitahukan melalui Jibril AS. inilah bedanya ibadah shalat. Waktunya telah ditetapkan dan harus dijalankan sesuai waktunya. Adapun zakat, boleh dijalankan sebelum waktunya. Agak tertunda pun masih bisa. Tetapi shalat, tidak boleh dijalankan sebelukm waktunya maupun dikeluarkan kelewat waktunya. Itu qadha. Haram. Mengeluarkan shalat dari waktunya adalah haram. Orang memahami bahwa berjudi haram, minum khamr haram, tetapi mengeluarkan shalat dari waktu yang telah ditetapkan tidak diangap haram. Padahal shalat telah ditetapkan bersama waktunya yang tertentu.

Rasulullah sampaikan bahwa brsp kelewat satu shalatnya maka seolah-olah kehilangan seluruh harta keluarganya. Ini kerugian kehilangan satu shalat. Bisakah kita menggambarkan kerugian yang melebihi kerugian kehilangan seluruh harta dan keluarganya? Ini kerugian meninggalkan satu shalat.

Tentang puasa, Rasulullah r menyampaikan bahwa brsp meninggalkan satu hari puasa, ia tidak akan bisa menggantinya walaupun berpuasa seumur hidupnya.

Begitu pentingnya perintah ini di sisi Allah I, begitu kuatnya Dia menekankan, tetapi apakah bisa paham? Orang mabuk mana bisa paham? Karena sedang mabuk, aturan jadi berubah. Yang diperintahkan tidak dijalankan, sedangkan yang tidak diperintahkan malah dikerjakan.

Sekarang pertanyaannya, kalau ini mabuk, bagaiman cara menyadarkannya? Apa obatnya?

Ada dua yang menghilangkan mabuk dalam kehidupan ini. Pertama sangat pahit, yang kedua ringan. Yang pertama ini begitu pahit sehingga untuk orang lain pun kita tidak sampai hati. Dan Rasulullah r telah memberitahukan bahwa agama ini adalah nasehat, yaitu menginginkan kebaikan bagi orang lain. Ini adalah pondasi agama. Apa penghilang mabuk yang pahit itu? Kematian. Sehingga tatkala tanda-tanda kematian orang menjadi sangat lemas. Itulah kematian. Tubuh yang gagah perkasa pun habis. Dengan kematian, mabuk hilang. Sungguh, sesuatu yang besar yang Allah I ciptakan.

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

Yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian, siapakah yang paling baik amalnya.

Maka, saat tanda kematian telah tiba, muncullah sinar kesadaran di dalam hati. Hingga orang seperti Fir’aun yang mengaku sebagai tuhan yang maha tinggi, saat tanda kematian datang pun mengatakan bahwa dia beriman dengan kepada Tuhan Bani Israil. Yakni Tuhan Nabi Musa. Segalanya berubah. Sebab tanda-tanda dan pengaruh kematian telah mulai. Bisa dipahami?

Inilah penghilang mabuk yang baik. Dengan kematian, berbagai macam rancangan menjadi gagal. Kematian adalah sesuatu yang besar dari kekuasaanNya. Dialah yang mendatangkan kematian. Yuhyii wa yumiitu menghidupkan dan mematikan. Sesuatu yang besar. Segala rancangan dan perencanaan berakhir, karena kematian telah datang. Semua program selesai karena kematian. Semua permainan terhenti karena kematian. Inilah salah satu yang menghilangkan mabuk, yakni kematian. Maka seseorang mendapatkan kesadaran saat kekmatian datang maka tidak ada gunanya. Karena kehidupan telah selesai. Kematian datang, mabuk hilang. Tetapi, seperti saya katakan bahwa ini sangat pahit. Mabuk hilang langsung siksaan datang, dari sisi Allah I. Semoga Allah I pelihara kita. Kesadaran dengan kematian ini pada musuh pun tidak kita inginkan. Dakwah Rasulullah adalah agar orang mati dalam keadaan sukses. Maka untuk itu berimanlah. Pada kawan, inilah yang dikatakan, dan pada lawan pun ini pula yang disampaikan. Ini adalah cara menghilangkan mabuk yang pertama. Begitu kematian datang langsung nampak segala hakikat di depan mata. Tapi sangat pahit.

Lalu apa cara yang kedua untuk menghilangkan mabuk? Cara kedua ini adalah cara yang mudah menghilangkan mabuk. Yakni susah payah memperjuangkan agama Allah I. Dengan itu mabuk akan hilang. Ini suatu yang pasti. Dan dia akan menyadari kekeliruan kehidupannya di masa lalu. “Dulu saya begini, dulu saya begini…Saya melakukan kesalahan ini, saya berbuat begini….” Seseorang menangis di masjid sini. Orang dari luar negeri. Masih muda. Ditanya, apa yang terjadi? “Apakah ada kabar buruk dari rumah?” Jawabnya, “Tidak, semuanya baik-baik saja. Tidak ada berita yang menyedihkan.” “Lalu mengapa menangis?” “Saya baru saja menyelesaikan keuar 40 hari. Seumur hidup aku melakukan kesalahan. Aku mencuri kain dari orang-orang yang menjahit padaku. Sampai kain yang ada di tubuhku ini juga haram. Itu semua telah saya lakukan. Dalam masa keluar, saya mendengar ta’lim. Saya berpikir, bagaimana saya nanti.” Inilah hilangnya mabuk yang dulu lama menimpanya. Sekarang datang kesadaran. Sekarang datang kepahaman. Sebelumnya tidak, karena diselimuti mabuk. “Yang penting saya hasilkan dengan begini, bagitu.” Karena mabuk maka tidak bisa membedakan bahwa ini halal, ini haram, ini boleh, ini tidak boleh, ini hak orang. Ya, sebagaiman orang yang sedang mabuk. Sekarang mabuk itu hilang. Lalu sadar bahwa aku pernah memakan ini dan itu. Dia bersedih, bagaimana cara mengobatinya? Kita dengar kan hadits yang menyatakan bahwa bila pakaian itu seharga sepuluh dirham, yang sembilan halal dan yang satu dirham haram maka shalatnya tidak diterima. Begitu najisnya harta haram itu. Harta yang haram jujga najis sebagaimana barang najis lainnya. Air yang kejatuhan najis, tidak bisa untuk berwudhu atau mandi. Allah I adalah yang Maha Suci, hanya menerima yang suci saja. Yang tidak suci tidak Allah I terima. Maka orang ini begitu gelisah, harus bagaimana? Seseorang memahamkannya, “Jangan berputus asa. Engkau sekarang sedang di jalan taubat. Orang-orang yang menjahitkan pakaian kan ada catatan nama mereka, datangi saja mereka dan bicarakan. Minta mereka untuk menerima salah satu dari dua pilihan, mereka maafkan hak mereka, atau kalau tidak, kau bayar hak mereka. Ini jalan kebaikan, jalani dulu, usahakan, Allah akan mudahkan.”

Dia pun merasa tenang. Dia datangi para pemilik hak itu untuk meminta ikhlasnya atau mengambil gantinya. Dan semua ternyata merelakan. Dia datang dengan taubat atas masa lalu, dan untuk selanjutnya akan menjaga sifat kejujuran. Inilah jalan yang menghilangkan mabuk. Maka tatkala datang kesadaran, dia datangi mereka. Dan pada hari itu juga mereka langsung menyerahkan kain untuk dijahit. Sebab tatkala orang tahu bahwa dia jujur, benar-benar bertaubat, orang berdatangan. Siapa yang tidak suka dengan kejujuran? Lihatlah, orang yang menjual susu bercampur air lebih banyak pembelinya atau yang tidak mencampur? Karena itulah perlu sekali menjadi orang muslim yang sebenarnya. Di mana pun akan berjalan pekerjaannya. Amal kita benar, pekerjaan kita benar, semuanya benar.

Pekerjaan dilakukan dengan jujur, maka berjalan lancar. Pelanggan berdatangan karena telah bertaubat dan berlaku jujur. Maka kerja berjalan lancar. Karena taubat dan jujur, Allah I berikan keberkahan.

Saudaraku, inilah contoh bagaimana mabuk dihilangkan. Bagaimana caranya, usaha atas hukum-hukum Allah I. Nantinya dia akan sadar dengan sendirinya, betapa banyak kesalahan yang pernah saya lakukan. Seperi orang mabuk yang tergeletak di pinggir jalan, begitu sadar dia akan minta untuk dipindahkan. Dia akan bertanya-tanya, “Di mana saya? Kenapa di sini?” Begitu sadar dia akan tahu sendiri, di mana dia.

Rasulullah memberikan agama kepada kita juga usaha agama. Usaha yang akan menghilangkan mabuk dunia yang menguasai kita. Petani punya kemabukan tersendiri. Datang perintah Allah I bukannya dijalankan, justru ditentang. Padahal Allah yang menciptakan dan memberikan tanah, yang menumbuhkan tumbuhan.Firman Allah I tidak mempan untuknya. Ini mabuk.

Tatkala usaha agama dilakukan, tumbuh kesadaran. Nur masuk ke dalam hatinya. Ia akan mampu melihat kesalahan-kesalahannya masa lalu. “Saya telah bersalah melakukan ini dan itu.”

Inilah jalan yang pasti untuk menghilangkan mabuk. Allah I sendiri yang menjanjikan bahwa orang yang bermujahadah di jalan agamaNya pasti akan diberi hidayah.

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Dia akan melihat bahwa hanya dalam ikut hukum-hukum Allah I sajalah ada kebahagiaan. Dia akan berpikir sendiri, “Bila aku melanggar hukum Allah, apa jadinya?” Sebab, diri kita sendirilah yang tahu bahwa pernah melakukan kesalahan-kesalahan, mencuri dan berbagai macam kejahatan. Siapa yang tahu kalau bukan diri sendiri?

Maka kita mesti membawa ummat untuk usaha agama. Nanti mereka akan mendapatkan kepahaman sendiri. Para sahabat ada dua macam. Ada yang mudah, segera menerima Islam. Ada yang agak keras, agak belakangan. Mereka orang-orang besar. Tatkala usaha agama sudah sangat pesat maka pengaruhnya sampai kepada mereka. Mereka pun menerima agama. Dan berhijrah juga.

‘Amr bin ‘Ash setelah menerima Islam, beliau ceritakan sendiri kisahnya. Beliau ini adalah politikus besar di kalangan Arab. Dulunya memusuhi Rasulullah r. Sangat cerdik. Dan beliau juga orang bertipe pemimpin. Biasanya tipe ini tidak mudah menerima.

Sebelum masuk Islam, dia berkata kepada orang-orang Makkah, “Saya akan temui raja Habasyah tempat orang-orang muslim berhijrah. Aku punya hubungan persahabatan dengan raja itu. Aku akan meminta dia agar orang-orang muslim yang mengungsi di kerajaannya dikembalikan. Siapkan hadiah untuknya.” Dia berpikir akan mengambil hati raja dengan hadiah itu dan merayunya agar mengusir para sahabat. Dengan begitu ia akan pulang ke Makkah dengan membawa jasa dan nama besar. Dia kan pemimpin, pembesar di kalangan Quraisy.

Maka ia menghadap kepada raja Habasyah. Mebawa pesan dari para kafir Quraisy agar raja mengembalikan para muslim Makkah.

Maka raja sangat marah dan mengatakan,”Seandainya utusan boleh dibunuh, tentulah kamu sudah saya bunuh. Tahukan kamu, dari mana mereka datang? Mereka ini datang dari seseorang yang menerima berita sebagaimana yang diterima Nabi ‘Isa.” ‘Amr bin ‘Ash bertanya, “Benarkah begitu?” Dan raja begitu marah sehingga ‘Amr katakan, “Saya merasa seolah-olah bumi ini bergoncang.” ‘Amr bertanya lagi, “Benarkah agama ini haq? Kalau memang agama haq, saya akan menerimanya.” Raja menjawab, “Ya, agama haq. Terimalah!” Dan raja sendiri memang telah beriman. Maka ‘Amr bukan hanya beriman, tetapi juga berniat untuk berhijrah ke Madinah. Di sana akhirnya bertemu dengan Khalid bin Walid.

Begitu pula keadaan Khalid bin Walid. Sebelum masuk Islam, begitu bencinya pada Rasulullah r hingga saat Rasuluallah datang ke Makkah untuk ‘Umrah qadha karena tidak bisa datang pada tahun Hudaibiyah, ia berkata, ”Saya tidak mau berada di Makkah sedangkan kau pun ada di situ. Kamu yang keluar atau aku yang keluar. Tetapi karena perjanjian telah ditandatangani, maka ia tidak bisa menolak kedatangan Rasulullah r. Ia pun pergi meninggalkan Makkah selama tiga hari.

Pulang dari Habasyah, ‘Amr langsung menuju Madinah. Di jalan menuju Madinah, ia bertemu dengan Khalid bin Walid dan ‘Utsman bin Thalhah. Mereka saling bertanya tujuan perjalanan mereka. “Saya mau ke Madinah.” Mereka bertiga berangkat bersama. Untuk berhijrah, dengan apa? Dengan iman. Setelah iman adalah hijrah. Keluar dari suasana sendiri.

Sampai di Madinah, Rasulullah telah tahu sebelumnya. “Ini tiga orang pembesar Makkah datang.” Mereka adalah orang-orang terkenal. Beliau sangat gembira dan menyiapkan penyambutan. Walid bin Walid yang sudah lebih dahulu masuk Islam menemui saudaranya dan mengatakan, “Segeralah, Rasulullah sudah menunggu kalian.” Mereka ganti baju dan menghadap Rasulullah. Begitu masuk, mereka mengucapakan salam. ‘Amr bin ‘Ash berkata, “Karena begitu malunya, aku tidak berani mengangkat pandanganku untuk melihat Rasulullah r. Dan aku tidak pernah menatap Rasulullah r dengan pandangan penuh karena malu. Mereka pun bertemu dan bersalaman dengan Rasulullah r. Saat akan bersalaman, menahan tangannya dan ‘Amr berkata, “Aku akan berbai’at padamu. Tetapi dengan syarat.” Beliau bertanya, “Apa syaratnya?” “Dosa-dosa yang pernah aku lakukan Allah I ampuni.” Rasulullah r menghibur, “Kamu beriman, itu akan menghapuskan semua dosamu yang lalu.” “Ya, tapi aku juga mengharapkan doamu agar dosa-dosaku diampuni.” Ini padahal orang yang dulunya menolak dakwah. Sekarang malah minta didoakan agar dosanya diampuni. Kenapa bisa begini? Karena mabuk telah hilang. Nur masuk dalam hati. Telah siap untuk melakukan pengorbanan apa pun. Beriman sudah, hijrah pun sudah, dan usaha iman juga dilakukan. Maka kehidupan berubah. Seseorang yang begitu keras juga datang untuk beriman. Inilah usaha iman.

Dan sekarang kita pun sedang mabuk. Tetapi tidak sadar kalau sedang mabuk. Seperti orang yang mabuk, tidak sadar. Waktu sudah dipindahkan baru sadar dan bertanya-tanya, “Tadi saya di mana?” Orang kalau sudah berjalan, baru bisa melihat tempat yang dia tinggalkan. Ada orang yang dulunya tidak shalat sampai 22 tahun. Dia bertanya, “Apa yang mesti saya lakukan?” “Qadha shalat!” Dia pun mulai mengqadha. Sampai suatu ketika ia berkata, “Alhamdulillah, tanggungan shalat 22 tahun sudah tertunai.”

Seseorang tidak menunaikan zakatnya selama 18 tahun. Terkadang kewajiban zakat pun tidak paham harta mana yang kena zakat, berapa zakatnya, bagaimana penghitungannya. Zakat tidak ditunaikan, malah dimakan sendiri. Padahal itu bukan hartanya. Itu hak orang-orang miskin. Hak siapa? Hak orang miskin. Padahal zakat itu wajib hukumnya. Karena tidak adanya suasana agama, tidak merasa. Tidak tahu tentang kewajiban zakat. Setelah keluar bersama jamaah, dia pulang dan dia tunaikan zakat 18 tahun yang menjadi tanggungannya.

Kami keluar di luar negeri. Satu orang yang terpelajar ikut keuar bersama kami. Suatu ketika, dia bermusyawarah untuk menulis surat. Kami persilakan. Hal kedua yang dia samapaikan adalah dia akan menulis surat untuk ayahnya. Dia ini sudah 20 tahun memutuskan hubungan dengan ayahnya. Tadi sudah dicontohkan orang yang lalai dalam shalat 22tahun. Lalai dalam zakat 18 tahun. Yang ini lalai dalam pergaulan, muasyarah selama 20 tahun. Kita ini sering lalai dalam muasyarah dengan keluarga, dengan tetangga. Apa saja hak mereka atas kita? Keluarga, orang tua, saudara, dan orang–orang yang hidupnya berdampingan dengan kita. Al Quran menjelaskan hak-hak mereka dengan detail. Hubungan dengan mereka itulah yang disebut mu’asyarah, menunaikan hal sesama dalam pergaulan. Kalau shalat, puasa, zakat, itu hubungannya adalah dengan Allah I. Itulah ibadah, hanya kepada Allah I saja. Sedangkan yang hubungannya dengan manusia, itu disebut mu’asyarah. Contoh yang tadi, seorang penjahit yang melakukan kesalahan, itu adalah urusan muamalah, transaksi. Kita banyak kesalahan dalam mu’asyarah, dalam muamalah, dan dalam ibadah.

Dan yang ini sudah 20 tahun putus hubungan dengan orang tua. Dan tidak memahami sebagai kesalahan. Selama itu tidak merasa apa-apa. Baru sekarang sadar. Mengapa? Karena memasuki suasana yang berbeda dan suasana usaha. Padahal ini orang terpelajar. Pernah belajar di perguruan tinggi. Orang berpendidikan. Dan dia ini pengajar di perguruan tinggi. “Dua puluh tahun hubungan saya dengan ayah saya rusak. Sekarang saya mau tulis surat, saya mau minta maaf.” Orang tuanya bercerai. Ia tinggal bersama ibunya. Dan ayahnya menikah lagi. Maka sebagai pembelaan pada ibunya ia memutuskan hubungan dengan ayahnya sejak 20 tahun. Dia tidak menyadari bahwa ayahnya adalah tetap ayahnya yang mempunyai hak-hak atasnya yang mesti ditunaikan. Agama mengajarkan hak-hak orang tua, hak tetangga, hak saudara dan sebagainya. Karena tidak memahami agama, orang tidak memahami hak dan batasan. Masing-masing bersikukuh dengan haknya. Allah I turunkan agama untuk menjelaskan apa hak apa batasan. Maka seseorang akan selamat bila ia tunaikan ini. Keselamatannya adalah dalam pengamalan agama. Itulah yang dijelaskan oleh Rasulullah bahwa keselamatan di dunia adalah tatkala mengamalkan agama. Bila orang-orang dunia mengamalkan agama maka semuanya akan selamat. Tidak akan melangar batasannya. Orang tua memiliki hak yang sangat besar. Kemungkinan orang itu mendengar hadits tentang itu. Ada kan di dalam sebuah hadits, malaikat Jibril datang mendoakan keburukan untuk orang yang tidak menunaikan hak orang tua? Lalu Rasulullah mengamini doanya. Doa keburukan itu sangat besar, dan ucapan amin dari Rasulullah juga sangat besar. Siapa yang didoakan? Orang yang tidak berlaku baik pada orang tuanya dan tidak berkhidmat kepadanya. Ini kan kebinasaan? Didoakan oleh Jibril dan diamini oleh Rasulullah. Maka karena duduk tawajjuh dalam amal-amal dakwah, ta’lim, dzikir dan shalat, timbul penyesalan dalam hatinya. Apa yang telah terjadi padaku? Aku harus tulis surat untuknya meminta maaf. Mereka punya hak yang sangat besar. Setalah Allah I dan RasulNya, merekalah yang besar haknya. Saat ini manusia banyak melakukan kesalahan dalam ibadah, muamalah, dan mu’asyarah. Orang tidak lagi pada haknya, tidak juga tetap pada batasannya. Untunglah, untuk masalah ini kita diberi penyelesaian, apa yang diberikan? Diberi agama dan usaha agama. Bila hanya mengamalkan agama, pahala didapatkan. Dan bila usaha agama dilakukan, agama akan menyatu mendarah daging. Dan akan keluarlah kenihilan agama dari dirinya. Yang pertama kali keluar adalah dari hatinya. Apakah kenihilan agama dalam hati. Tidak tertanamnya keagungan Allah dan akhirat dalam hati, itulah kenihilan agama di hati. Ini sudah tidak lagi ada dalam hati banyak orang. Allah Maha Besar. Dan Rasulullah memahamkan kepada kita kepentingan akhirat. Kita mesti membangun akhirat. Dengan usaha agama, datang cahaya dan nampak akhirat. Keimanan kepada Allah I dan akhirat ini ditanamkan kepada kita. Yang beriman kepada Allah I dan akhirat akan mendapatkan segalanya. Sedangkan yang tidak, dia akan mabuk. Keimanan kepada Allah I dan akhirat inilah yang didakwahkan Nabi kepada kita. Seandainya tidak datang Nabi, tentulah manusia tidak paham akhirat. Bagaimana kita tahu akan ada barzakh, mahsyar, mizan, shirat? Nabilah yang bisa memberitahukan. Untuk itulah Allah I mengutus RasulNya. Mereka menyampaikan keimanan pd akhirat. Dan disampaikan juga bila usaha iman dilakukan, yakin akan masuk ke dalam hati. Bila kita medngusahakan benda-benda maka keyakinan pada benda itulah yang akan masuk. Bila kita mengusahakan hukum, hukum itulah yang akan masuk ke dalam hati. Bila yang kita usahakan adalah qudrat Allah, keyakinan itulah yang akan masuk ke dalam hati. Dan akan mudah mengamalkan perintah-perintahNya. Keyakinanlah yang bisa menggerakkan manusia. Yakin pada shalat, pasti akan mmenjalankan shalat. Sebab dia yakin, bila tidak shalat akan terkena azab yang sangat pedih. Bagaimana mungkin tidak shalat? Orang yang yakin pada zakat akan mudah menunaikan zakat. Mana mungkin tidak mengeluarkan zakat? Sedangkan azabnya sangat pedih bila tidak dilaksanakan. Dan mendatangkan berkah yang besar bila ditunaikan. Pemeliharaan. Makanya banyak orang kaya yang hartanya tidak berkah. Dari luar nampak kaya raya. Dalamnya ternyata menumpuk hutang. Terkenalnya sebagai jutawan besar, ternyata hutang di mana-mana. Dan hubungannya lurus dengan bank-bank untuk memberikan bantuan. Padahal tidak medatangkan bantuan sama sekali. Bagaimana mungkin Allah akan tolong orang berhutang tapi berusaha menyelesaikannya dengan kemaksiatan? Tidak mungkin begitu. Itu kan riba, maksiyat. Tidak mungkin Allah I menolong dengan kemaksiyatan. Allah sangat murka dengan cara begini. Tidak akan Allah tolong menyelesaikan masalahnya. Keberkahan Allah I cabut. Memang harta nampak ada tetapi keberkahan ditahan tidak diberikan. Seperti orang yang meminum obat tetapi kesembuhan tidak diberikan. Banyak obat dihabiskan tetapi tidak ada kegunaan. Pemasukan ada, hutang membesar, dan masalah berdatangan tidak terselesaikan. Dan ini tidak juga dimengerti. Sebab masih mabuk. Karena itulah Allah I memberikan agama kepada kita. Dan Nabi mengajarkan langsung usaha agama. Yang pertama kali didapatkan dari usaha agama adalah keyakinan. Yakin masuk dalam hati, timbul rasa takut kepada Allah I. Dan itulah yang akan menggerakkan, seperti mesin yang sudah dipanaskan. Mesin ada, tapi masih dingin, tidak mampu menggerakkan. Bila sudah dipanaskan, baru kuat menggerakkan. Seseorang karena berada dalam suasana kerja, kelalaian, nyanyian, (jadi dingin), harus dipanaskan. Apa panasnya? Rasa takut kepada Allah I. Akan Allah I karuniakan rasa takut kepadaNya. Dan itulah yang akan mengendalikan. Seperti tali. Makanya Rasulullah r meminta rasa takut. Minta apa? Meminta rasa takut kepada Allah I. Bukannya rizki. Dan beliau mengajarkan rasa takut. Kalau rizki ada tetapi rasa takut tidak punya, rizki itu akan menjerumuskannya ke dalam dosa. Rasa takut akan melindungi dari kemaksiatan kepada Allah I. Bila iman terbentuk, tentu rasa takut terbentuk. Dan ini akan membawa untuk mendekat kepada Allah I. Sistem dalam akan makin tertata. Iman akan mendatangkan sifat yakin, dan yakin akan mendatangkan sifat takut. Sifat iman apa? Yakin. Apa yang Allah firmankan adalah pasti benar. Itulah yakin. Tidak ada sedikit pun keraguan. Pasti benar. Firman Allah I adalah benar, janji Allah I adalah benar, surga adalah benar, neraka adalah benar, hisab adalah benar, hidup setelah kematian adalah benar. Dalam agama ada kemuliaan adalah benar. Meninggalkan agama ada kehinaan adalah benar. Dengan usaha ini, akan muncul sifat yakin dari keimanan. Bila diusahakan lagi akan membuahkan rasa takut. Rasa takut akan menahannya agar tidak melakukan. Yakin mendorong untuk melakukan. Iman dan yakin akan menggerakkan untuk kebenaran. Dan rasa takut akan mencegahnya dari kemaksiatan. Ini harus didapatkan. Harus apa? Harus didapatkan. Bila tidak, kebenaran tidak dijalankan. Keburukan tidak ditinggalkan. Ini harus dipikirkan. Yakin didapat, akan menjalankan hukum. Rasa takut didapat, akan menghindarkan dari kemaksiatan. Hidup mati akan selalu di atas kebenaran. Ini didapatkan dengan usaha yang benar. Akan menghilangkan mabuk. Bila dibiarkan, maka akan mengendalikan manusia dan menentang Allah. Di muka bumi melakukan penentangan kepada Allah I. Seperti Bani Israil. Mereka membunuh nabi-nabi. Mereka sendiri keturunan nabi, keturunan Nabi Yaqub . Nabi-nabi mereka bunuh. Yang memberikan perlindungan pada nabi mereka bunuh. Mereka mabuk. Mabuk menguasai mereka. Bila korban untuk usaha iman dikerjakan, iman meningkat. Akan muncul nur iman begitu terangnya, sehingga apa pun yang disampaikan Allah I dan RasulNya nampak di depan mata. Bisa melihat dengan sangat jelas seperti melihat benda di saat terang benderangnya siang. Begitu jelas. Suatu saat, Rasulullah r membangunkan seorang sahabat yang sedang tidur. “Bangun! Bagaimana keadaanmu pagi ini?” Sahabat itu bangun dan menjawab, “Pagi ini aku dalam keadaan beriman dengan sebenar-benarnya.” “Beliau bertanya lagi, setiap sesuatu ada buktinya, apa bukti perkataanmu?” Ia menjawab, “Siang hari aku lapar karena Allah I (berpuasa), dan malam hari aku selalu berjaga.” Beribadah. “Dan aku melihat ‘arsy Allah, ahli surga saling mengunjungi, ahli neraka berteriak-teriak.” Ini ia ceritakan di depan siapa? Di depan Rasulullah r. Dan tidak bisa pembicaraan dibuat-buat di depan Rasulullah r. Begitu menengar ini, Rasulullah r bersabda, “Kau adalah orang yang telah Allah terangi hatinya. Telah menemukan kebenaran. Maka peganglah kuat-kuat.” Allah telah terangi hatinya dengan cahaya iman. Surga neraka nampak di depan mata. Itu semua adalah kebenaran. Dia lihat dengan matanya surga dan keadaan penghuninya, penghuni neraka dengan teriakan-teriakannya. Itulah iman yang kokoh. Mendarah daging sekokoh gunung. Itulah iman tatkala diusahakan. Kekayaan keyakinan, kekayaan ketakutan, semuanya terbentuk di dalam. Dengan begitu, dalam keadaan apa pun benar jalannya. Dalam keimanan, dalam ibadah, dalam pergaulan, dalam muamlah. Dengan pengorbanan untuk agama. Dengan pengorbanan untuk agama Allah I akan turunkan pertolongan.

إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ

Keputuasan sudah ada, bila menolong agama Allah I pasti akan Allah tolong. Ini sudah diputuskan. Kita diberi agama dan usaha agama. Bila kita lakukan usaha agama, akan terbentuk iman. Iman meningkat, kemabukan makin berkurang. Kehidupan yang lalu akan ditinggalkan, dan kehidupan masa depan akan benar. Anggota tubuh akan digunakan dengan benar. Dan bila orang muslim sudah menggunakan anggota tubuh dengan benar, itulah tanda adanya hidayah. Kehidupan seenaknya akan ditinggalkan. Orang akan hidup disiplin. Dan itulah tanda hidayah. Tapi ini belum selesai. Setelah datang hidayah, usaha hidayah juga perlu untuk dijalankan. Seperti seseorang dia makan, dia juga mengusahakan makanan. Bila tidak, yang ada pun bisa habis. Kita berada di atas hidayah, kita usahakan hidayah untuk mengekalkan hidayah. Hidayah harus selalu diusahakan peningkatannya, sebab kita hidup di zaman kerusakan yang terus berkembang. Bila hidayah tidak kita tingkatkan, kita bisa terperosok ke dalam kerusakan. Maka usaha hidayah kita jalankan di rumah-rumah, di kampuang kampung, di kota-kota, di negeri-negeri, sehingga kita bertahan dalam hidayah dan hidayah juga menyebar ke penjuru- penjuru dunia. Agar apa? Agar hidayah kita terpelihara dan menyebar ke seluruh dunia. Manusia beriman kepada Allah I. Maka Allah akan sukseskan kita di dunia dan akhirat. Rasulullah telah beritakan bahwa bila seseorang memperbaiki hubungannya dengan Allah I, Allah I akan perbaiki hubungannya dengan makhlukNya. Dan usaha hidayah ini adalah sunnah Nabi. Dan seluruh sahabat mengerjakannya. Seratus persen mengerjakannya. Yang bisa, mengerjakan. Yang tidak bisa pun mengerjakan. Yang cacat juga melakukan. Dalam keadaan apa pun mereka kerjakan. Seorang sahabat sakit, datang perintah hijrah. Dia berangkat. Maka meninggal di perjalanan. Dia meninggal dalam ketaatan kepada hukum. Sehingga Allah I turunkan ayat bahwa barangsiapa berhijrah dan meniggal di perjalanan maka mendapatkan pahala hijrah sempurna. Kita korbankan jika untuk ini. Ini adalah tanggung jawab kita. Bila kita jalankan, haq akan tersebar. Apa yang ada dalam diri kita, bila kita bawa maka akan menyebar. Dalam diri ada agama, maka Insyaallah agama akan menyebar. Tidak akan ada kesulitan. Allah I yang menjalankan. Sebab tatkala usaha agama dilakukan dengan benar, agama makin terbentuk dan juga menyebar. Para sahabat seratus persen mengarjakan ini. Menyebar ke segala penjuru. Dengan segala kekurangan. Kekurangan harta, kekurangan perbendaan. Maka kita niat agar Allah I gunakan kita…

Hari ini kita merasakan beban makan minum. Tidak memiliki beban iman. Padahal inilah yang asas. Bila ini selesai, yang lain akan mudah. Asalkan kita ambil tanggung jawab ini. Bila kita ambil tanggung jawab ini, Allah I akan mudahkan semua urusan. Bila kita tidak ambil tanggung jawab ini, bagaimana Allah I akan bantu kita. Maka kita mulai korbankan diri kita dulu, nanti Allah akan jalankan di seluruh dunia. Inilah tanggung jawab kita. Kita mengerjakan. Hasil bukan tanggung jawab kita. Allah I yang mendatangkan. Petani hanya menanam benih. Yang mendatangkan hasilnya adalah Allah I. Kita usaha, nanti Allah I akan sebarkan agama di dunia. Allah I sebarkan iman, ibadah, akhlak. Allah I akan perbaiki dunia dan akhirat kita. Ini tanggung jawab kita. Maka untuk memulai tanggung jawab ini, kita melangkah dengan keluar 4 bulan. Dalam keadaan apa pun kita jangan terpengaruh. Yang mau berjalan itulah yang mendapatkan. Ada halangan dilewati. Ada kerugian ditahan. Sebanyak kekurangan itulah Allah I akan turunkan keberkahan. Yang penting kita buat usaha. Sebab sudah menjadi sunnatullah, bila kita buat usaha maka akan datang hidayah. Setelah hidayah, barulah nikmat-nikmat. Nikmat tidak akan diturunkan dengan kesesatan. Ini kerja Allah I, maka kita lakukan karena Allah I. Untuk diri kita sendiri maupun untuk yang lainnya.

 

Tinggalkan sebuah Komentar »

Belum ada komentar.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.